REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua tim pengkajian makam Mbah Priok dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2010, Syafi’i Mufid mengatakan, penetapan terhadap suatu tempat sebagai cagar budaya harus sesuai dengan aturang Undang-Undang. Untuk itu, aturan tersebut tidak bisa diabaikan.
“Kalau untuk menetapkan cagar budaya dasarnya apa, caranya apa, kembalikan saja kesitu,” ujar Syafi’i kepada Republika.co.id, Rabu (8/3).
Itu dikatakan Syafi’i terkait ditetapkan makam Habib Hasan Al Hadad atau Mbah Priok, Koja, Jakarta Utara oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Kendati demikian, Syafi’i enggan berkomentar lebih jauh terkait penetapan tersebut.
Penetapan makam Mbah Priok sebagai cagar budaya mendapatkan kritik dari sebagian pihak, diantaranya dari sejarawan JJ Rizal. Menurutnya, Ahok tidak melibatkan tim ahli cagar budaya dalam penetapan tersebut.
Syafi’i juga mengaku tidak pernah dimintai pendapatnya terkat penetapan tersebut. Meskipun pada tahun 2010 melakukan pengkajian tentang makam Mbah Priok. “Enggak ada, sampai hari ini belum ada,” kata Syafi’i.
Dalam hasil pengkajian yang dilakukan MUI tahun 2010, tidak ditemukan nama Mbah Priok sebagai tokoh pendakwah dan penyebar syiar Islam di Betawi. Namun MUI hanya menyebut Mbah Priok sebagai orang saleh dari Palembang yang pernah dimakamkan di daerah tersebut.