REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Pengemis yang terjaring razia selama Ramadhan terancam tidak bisa berlebaran di daerahnya masing-masing. Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan memulangkan mereka dari panti sosial pada H+2 Lebaran.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, (Kasatpol PP) DKI, Effendi Anas, mengatakan langkah ini diambil untuk memberi efek jera kepada pengemis atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya. “Jika mereka diancam tidak akan berlebaran dengan keluarganya, mungkin PMKS akan berpikir ulang untuk mengemis di Jakarta,” ujar Effendi Anas yang akrab disapa Effan ini, Ahad (22/8).
Menurut, Effendi, para pengemis kebanyakan berasal dari luar DKI. Hanya sekitar 10 persen PMKS yang berasal dari DKI, 90 persen sisanya merupakan pendatang yang berasal Jawa Barat dan Jawa Tengah. Mereka sengaja datang ke Ibu Kota dengan mamanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk mencari keuntungan semata. Bahkan, ditengarai para pengemis sengaja didatangkan oleh sindikat tertentu.
Meski kerapa terjaring Operasi Praja namun mereka sering kali datang kembali ke Ibu Kota. Tahun lalu, sedikitnya 11.338 orang PMKS terjaring operasi. Sedangkan, hingga pertengahan tahun, sedikitnya 1.507 PMKS yang telah ditertibkan. Ditambah lagi 1.745 PMKS yang berhasil terjaring dalam Operasi Praja selama Ramadhan ini.
Mereka yang terjaring langsung di titipkan ke panti sosial. Melihat kenyataan seperti itu, menurut Effan, perlu diterapkan sanksi tegas yang memberikan rasa takut dan efek jera, seperti ancaman tidak ikut berlebaran di kampung halaman. Sehingga mereka tidak kembali lagi ke Jakarta hanya untuk sekedar mengemis.
Satpol PP DKI bersama Polda Metro Jaya, dan Dinas Sosial DKI juga masih mengintensifkan razia secara besar-besaran di lima wilayah kita. Selain untuk mempersempit ruang gerak pengemis, langkah ini bertujuan sebagai antisipasi membludaknya jumlah pengemis yang masuk ke Jakarta menjelang Lebaran.
Beberapa lokasi yang kerap dijadikan mangkal para PMKS di antaranya di Klender, Jakarta Timur; Senen, Jakarta Pusat; Tomang, Jakarta Barat; kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur; Cilandak, Jakarta Selatan; dan perempatan Coca Cola, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Tidak hanya itu, aparat juga melakukan penyisiran terhadap sejumlah pemukiman padat penduduk dan rumah kontrakan yang ditengarai sebagai kantung konsentrasi pengemis musiman.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DKI, Kian Kelana, mengaku tengah menyiapkan panti tambahan untuk mengantisipasi membludaknya jumlah PMKS yang terjaring operasi selama Ramadhan. Pemprov DKI memiliki 27 panti sosial, ditambah 22 rumah singgah yang dikelola elemen masyarakat yang peduli dengan anak jalanan. Kian menjamin seluruh PMKS yang terjaring dapat tertampung di panti sosial hingga dipulangkan pada H+2 Lebaran nanti. "Panti yang tersedia masih bisa menampung 6 ribu PMKS lagi," kata Kian.
Kian menambahkan, hingga saat ini PMKS yang tertampung di panti belum ada yang dicurigai sebagai koordinator pengemis. Menurut pengakuan para pengemis, kata Kian, para koordinator pengemis kini tidak lagi tinggal di wilayah DKI Jakarta. Namun, para koordinator sekaligus pengemisnya kini lebih memilih tinggal di Bekasi dan Depok. Hal ini untuk menghindari razia yang gencar dilakukan oleh Pemprov DKI hingga ke rumah kontrakan. "Koordinator pengemis kini melepas anak buahnya di wilayah perbatasan DKI," ungkap Kian.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Lulung Lunggana, meminta Pemprov DKI lebih gencar mensosialisasikan Peraturan Daerah DKI Jakarta yang melarang setiap orang memberikan sejumlah uang maupun barang kepada pengemis dinilai kurang sosialisasi. Minimnya sosialisasi dan himbauan agar masyarakat tidak memberikan sedekah kepada pengemis, membuat penegakan Perda terkesan tidak efektif. "Padahal dalam aturannya sudah jelas. Hal ini untuk menghindari modus pengemis musiman yang hanya mengeruk keuntungan semata," kata Lulung.
Pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Bagi yang melanggar pasal tersebut dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta.
Menurut Lulung, Satpol PP perlu melakukan pendekatan persuasif, dengan memberikan peringatan, terutama kepada pengguna jalan yang kedapatan memberikan sejumlah uang kepada pengemis. Selain itu, Satpol PP perlu memasang sejumlah spanduk di sejumlah perempatan jalan yang berisi himbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan sejumlah uang kepada pengemis.