REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG--Nasib puluhan warga korban bencana jebolnya tanggul Situ Gintung, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) belum jelas. Hingga saat ini rumah mereka yang hancur belum diperbaiki sehingga mereka masih mendiami Wisma Kertamukti II di Kecamatan Ciputat yang dijadikan sebagai tempat pengungsian.
Menurut koordinator korban bencana Situ Gintung, Cecep Rachman yang dulu tinggal di RT 04/RW 08, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, masih ada sekitar 30 kepala keluarga yang belum mendapatkan bantuan penuh dari pemerintah. Tujuh orang dari ketiga puluh kepala keluarga itu, lanjut Cecep, masih bertahan di Wisma Kertamukti II.
“Karena tidak tahan hiduo di pengungsian, ke-27 kepala keluarga lainnya ada yang kembali ke rumah masing-masing yang masih rusak dan sebagian lainnya menumpang di rumah sanak keluarganya,” ujar Cecep kepada Republika, Senin (1/10).
Cecep mengatakan, kondisi ketujuh orang yang masih bertahan di tempat pengungsian hidup dalam keprihatinan. Menurutnya, mereka sama sekali tidak mendapat bantuan dan perhatian dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel. Bahkan, tidak jarang korban yang masih bertahan tinggal di wisma itu mendapatkan teror dari anggota Satpol PP Kota Tangsel untuk segera mengosongkan tempat itu.
Menurutnya, masing-masing kepala keluarga itu memang telah mendapatkan bantuan dari Pemkot Tangsel masing-masing sebesar Rp 50 juta. Namun, selain uang itu dirasakan tidak sebanding dengan kerugian materil maupun kehilangan jiwa anggota keluarganya, uang sebesar itu bukanlah jumlah keseluruhan yang seharusnya diberikan oleh Pemkot Tangsel.
Cecep mengatakan, uang bantuan dari masyarakat yang dikumpulkan dan dikelola Pemkot Tangsel mencapai Rp 6,7 miliar. Namun, seluruh uang itu adalah bantuan dari masyarakat. “Kami sama sekali tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, padahal bencana itu bukanlah bencana alam melainkan ada unsur kelalaian pemerintah sebagai pengelola situ” kata Cecep yang kehilangan empat orang anggota keluarganya itu.
Ironisnya, lanjut Cecep, Pemkot Tangsel justru mengakui uang bantuan itu berasal dari APBD Kota Tangsel. Sehingga, seolah-olah Pemkot Tangsel yang memberikan bantuan uang itu.
Dailami, warga RT 04/RW 08, Kelurahan Cirendeu yang juga menjadi korban jebolnya tanggul Situ Gintung mengatakan, ia memang sudah kembali ke rumahnya yang berada di sekitar Situ Gintung. Menurutnya, ia hanya mendapatkan santunan bencana dari Pemkot Tangsel. Untuk perbaikan rumah, sambung Dailami, ia mengaku belum mendapatkannya sama sekali. “Saya terpaksa kembali tinggal di rumah saya yang rusak ini,” ujarnya.
Bantuan sudah diberikan secara bertahap
Menanggapi persoalan itu, Asisten Daerah I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Kota Tangsel, Ahadi, menyatakan, bantuan uang kepada seluruh korban jebolnya tanggul Situ Gintung sebesar Rp 6,7 miliar sudah diberikan. Bantuan itu, lanjut Ahadi, diberikan secara bertahap.
“Bantuan terakhir yang sudah kami serahkan sebesar Rp 1,5 milar pertengahan tahun ini,” ujar Ahadi.
Menurutnya, pemberian sisa bantuan sebesar Rp 1,5 miliar itu memang turunnya sangat lama. Karena, dana sebesar itu merupakan dana hibah dari APBD Kabupaten Tangerang sebagai kabupaten induk Kota Tangsel. Dana hibah itu, lanjut Ahad dimasukkan menjadi APBD Kota Tangsel tahun 2010.
“Untuk memasukkan dana hibah menjadi APBD Kota Tangsel itu harus melalui prosedur ketat dan undang-undang,” ujar Ahadi.
Namun, Ahadi mengakui jika Pemkot Tangsel tidak memiliki anggaran untuk memperbaiki seluruh rumah warga yang hancur karena terjangan air bah Situ Gintung. Menurutnya, untuk perbaikan itu dibutuhkan dana yang sangat besar.
Ahadi menambahkan, sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Tangerang dua tahun yang lalu, APBD tahun ini yang mencapai Rp 700 miliar terhitung masih sedikit. Menurutnya, APBD yang sedikit itu harus dibagi dengan pengeluaran anggaran pada bidang-bidang lainnya seperti pembangunan, pendidikan, dan kesehatan.
Ahadi mengatakan, sebenarnya pemerintah telah menyiapkan rusunawa siap huni di Kampung Dukuh. Kelurahan Serua. Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan untuk menampung mereka. Rusunawa setinggi empat lantai itu seluas 4,5 hektar dan memiliki 200-an kamar. Menurutnya, tarif rusunawa sendiri akan ditentukan oleh hasil keputusan musyawarah antara Pemkot Tangsel dengan korban Situ Gintung. “Rusunawa itu akan menjadi alternatif bagi tempat tinggal baru bagi para korban,” ujarnya.
Situ Gintung adalah danau buatan di era kolonial Belanda, yang terletak di Kampung Gintung, Ciputat, Tangerang Salatan. Pada 27 Maret 2009, tanggul situ jebol dan seluruh air tumpah ke permukiman warga di bawahnya. Tragedi terjadi pada pukul 02.00 WIB dinihari.
Air bah menghanyutkan semua harta benda, menyeret sejumlah warga yang tak sempat bangun, dan menyebabkan kematian puluhan orang. Beberapa warga yang menyaksikan tragedi itu menyebutnya tsunami kecil. Lebih setahun setelah bencana itu, warga masih dihantui trauma kehilangan orang-orang yang dicintai dan harta miliknya.