REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Forum Keselamatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Heru Sutomo mengaku setuju dengan usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan melakukan denda terhadap pengemudi yang melanggar tata tertib parkir. Hanya saja, ia menegaskan permasalahan yang lebih penting yaitu mekanisme uang denda tersebut. ”Uang yang disetorkan dari hasil denda tersebut dilarikan kemana dan penggunaannya untuk apa saja? ” terang Heru.
Apalagi, banyak peraturan soal parkir yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Misalnya penetriban parkir didasarkan pasal 61 UU no 14 tahn 1992 dan telah diubah dengan Undang-undang No 22 Tahun 2009 pasal 287 mengatakan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) akan dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
”Peraturan itu saja tidak dijalankan dengan baik. Mekanisme pembayarannya harus jelas. Jadi jangan jadi arena yang abu-abu. Karena abu-abu makanya tidak bisa diterapkan denda tinggi,” katanya. Selama ini, Heru melihat, parkir di jalan yang memungut biaya sebesar Rp 2.000 saja mekanisme penyalurannya tidak jelas.
Untuk menanggulangi masalah tersebut Heru mencontohkan, jika ada pelanggaran parkir, maka uang yang dibayarkan itu harus melalui satu pintu pembayaran. Baik itu melalui rekening Gubernur DKI atau langsung masuk kas daerah. Sehingga pengaturannya jelas.
”Denda yang dibayakan pun tidak boleh dengan uang tunai, tapi dengan transfer atau melalui kartu kredit. Sehingga semuanya jelas,” katanya.