REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU--Propinsi Riau memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Pemprov sering membanggakan kalau tanahnya memiliki kandungan minyak yang berlimpah. Di perut bumi tersimpan minyak bumi dan di atas bumi berdiri pohon penghasil minyak sawit.
Ironisnya, di propinsi kaya itu masih terdapat balita yang meninggal dunia gara-gara gizi buruk. Bahkan dikabarkan, kasus gizi buruk di Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, telah merengut nyawa beberapa anak bawah umur ddi bawah lima tahun (balita).
Namun kabar ini dibantah pihak puskesmas setempat. Dikatakan, hanya satu kasus gizi buruk yang terjadi di sana. ''Saya masih baru di sini. Pekan lalu ada satu kasus gizi buruk yang menyebabkan seorang balita meninggal,'' kata Kepala Puskesmas Kuala Kampar, dr Yosi saat dihubungi dari Pekanbaru, Jumat (28/5).
Gizi buruk yang menimpa Rubiyam (1,3) diketahuinya ketika Puskesmas mendata melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Desa Sungai Upih. Kondisi balita itu sangat memprihatinkan dan menderita dehidrasi berat.
''Anak tersebut kami bawa ke Puskesmas untuk perawatan. Tetapi jiwanya tidak tertolong, baru sehari dirawat pada Ahad (23/5) kemarin ia meninggal. Ia menderita kelainan multiorgan yakni organ tubuhnya tidak lagi berfungsi'' jelas Yosi.
Ia membantah dalam tahun 2010 terdapat tiga balita di 10 desa yang ada di Kecamatan Kuala Kampar meninggal akibat menderita gizi buruk. ''Dari temuan saya turun ke beberapa lokasi Posyandu pekan lalu hanya ditemukan satu kasus GB. Kalau gizi kurang banyak kasusnya. Tapi berapa jumlahnya saya tak ingat karena belum dapat laporan dari pemegang program gizi, maklum saja banyak petugas Puskesmas yang pindah,'' kilahnya.
Ia juga membantah sedang merawat seorang bayi bernama Bimo dari Desa Teluk yang juga menderita gizi buruk. Sementara itu dari laporan masyarakat, kasus gizi buruk di Kecamatan Kuala Kampar banyak ditemukan. Desa-desa di daerah tersebut tidak dapat disentuh dengan jalan darat tetapi melalui jalur sungai dan laut.
Terisolasinya desa-desa di Kuala Kampar diperkirakan menjadi faktor yang mempengaruhi munculnya gizi buruk. Selain tidak aktifnya Posyandu serta terbatasnya ruang gerak petugas Puskesmas karena keterbatasan anggaran.