REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Sejumlah kepala keluarga (KK) di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, menolak membebaskan lahannya untuk proyek pembangunan Jalan Arteri Porong. "Sampai saat ini masih kepala keluarga yang menolak pembebasan lahan tersebut," kata anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur, Jalaludin Alham, di Surabaya, Kamis (1/7).
Ia menyebutkan, 51 KK itu tersebar di empat desa, yakni Ketapang, Wunut, Pamotan, dan Kesambi, ditambah Kelurahan Porong. "Untuk tanah kas desa dan aset pemerintahan lainnya tidak ada masalah. Hanya lahan milik warga yang jadi kendala," ujar mantan anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo itu.
Sehingga sampai saat ini, lahan untuk proyek pembangunan jalan raya yang menghubungkan Sidoarjo dengan Pasuruan dan Malang itu, tinggal menyisakan 15 persen yang belum selesai proses pembebasannya. "Total lahan yang belum dibebaskan 56 hektare yang terdiri atas lahan basah 41 hektar dan lahan kering 15 hektar," paparnya.
Penolakan pembebasan lahan ini karena harga yang dipatok oleh pemerintah di bawah permintaan warga. Pemerintah menetapkan harga lahan basah sebesar Rp120 ribu per meter persegi dan lahan kering sebesar Rp1 juta per meter persegi. "Warga yang menolak pembebasan lahan itu mendapatkan pendampingan dari aktivis LSM (lembaga swadaya masyarakat)," kata Jalaludin.
Ia menambahkan, saat ini Jalan Raya Sidoarjo-Porong, tepatnya di pintu keluar tol Porong sedang dilakukan pekerjaan peninggian permukaan jalan hingga 1 meter. "Akibat semburan Lumpur Lapindo, jalan itu ambles sekitar 70 sentimeter, kemudian ditinggikan satu meter dan panjangnya sekitar satu kilometer," kata anggota Fraksi Partai Demokrat itu.
Menurut dia, peninggian itu dilakukan untuk memperlancar arus lalu lintas Sidoarjo-Porong, apalagi pada saat hujan deras ruas jalan itu digenangi air. Biaya peninggian jalan itu berasal dari APBN, tanpa sedikit pun bantuan dari APBD Jatim dan APBD Kabupaten Sidoarjo. "Semua ini diputuskan setelah kami menggelar rapat koordinasi dengan Ditjen Pekerjaan Umum," kata Jalaludin.