REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER--Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur mencatat sebanyak 60 anak menjadi korban perdagangan (trafficking) di Jawa Timur, selama satu tahun terakhir ini. "SBMI menerima pengaduan sebanyak 60 anak telah dipekerjakan sebagai buruh migran, bahkan sebagian besar mendapat perlakukan yang tidak baik dari majikan," kata Ketua SBMI Jatim Mohammad Cholily, Jumat.
Menurut dia, beberapa faktor yang menyebabkan perdagangan anak adalah faktor kemiskinan dan lemahnya pengawasan yang dilakukan sejumlah instansi pemerintah terkait buruh migran. "Biasanya warga miskin yang memiliki anak putus sekolah begitu mudah untuk dibujuk mendapatkan pekerjaan di luar daerah atau luar negeri, dengan janji gaji yang besar. Kenyataannya mereka menjadi korban perdagangan anak," ucap aktivis buruh migran ini.
Korban perdagangan anak yang ditangani SBMI berada di beberapa kabupaten di antaranya Kabupaten Tulungagung, Malang, Kediri, Jember dan Banyuwangi. "Korban perdanganan anak terbanyak berada di Kabupaten Tulungagung karena kabupaten setempat merupakan 'kantong' Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jawa Timur," tuturnya.
Kasus terbaru perdagangan anak yang ditangani oleh SBMI Jatim pada bulan Juli adalah anak berinisial WS (16), warga Kabupaten Blitar yang dipekerjakan sebagai buruh migran di Malaysia. "Awalnya WS dijanjikan oleh seorang calo untuk mendapatkan pekerjaan di Tulungagung, namun kenyataannya WS dibawa ke Malaysia untuk bekerja sebagai pelayan hotel," katanya.
WS adalah salah satu dari sekian anak yang putus sekolah, yang ingin membantu orang tuanya untuk meringankan beban keluarga. Namun justru ia menjadi korban perdagangan anak. "Saat ini SBMI mengupayakan WS bisa pulang ke Blitar karena ia dipekerjakan tanpa mendapat upah dari majikan," ujarnya menambahkan.
Ia menilai, salah satu faktor pendorong perdagangan anak adalah ketidakmampuan sistem pendidikan yang ada, sehingga masyarakat miskin kesulitan untuk mempertahankan anak-anaknya tidak putus sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. "Beberapa kasus yang ditangani oleh SBMI, korban perdagangan anak dipekerjaan tidak layak seperti pekerja seks komersial (PSK). Hal ini sangat memprihatinkan," paparnya.
Untuk itu, lanjut dia, SBMI berupaya untuk melakukan pencegahan maraknya perdagangan anak di Jawa Timur, khususnya kabupaten/kota yang menjadi "kantong" buruh migran, seperti di Kabupaten Jember.