REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG—Kasus hilangnya uang nasabah Bank Mandiri Cabang Pembantu Undip Tembalang dari hasil pembebasan tanah pengganti lahan Perum Perhutani untuk jalan tol Semarang-Solo sebesar Rp 13,5 milyar mendapat reaksi dari Fraksi Partai Persatuan Pembanunan (FPPP).
Menurut Sekretaris FPPP DPRD Jawa Tengah, Drs Alfasadun MM Akt kasus ini seharusnya tidak terjadi bila proses pencairan dana tersebut tidak hanya mengandalkan data administrasi saja.
Namun juga harus disertai kehati-hatian dengan melakukan konfirmasi secara keseluruhan kepada pemilik dana yang sebenarnya. Terkait hal ini, konfirmasi merupakan prosedur standar yang biasa dilakukan oleh bank bila menyangkut dana besar apalagi berkaitan dengan orang banyak.
“Oleh karena itu,sangat tidak wajar, bank melakukan transfer dana dalam jumlah yang cukup besar tanpa melakukan konfirmasi kepada pemiliknya, serta tidak melakukan ceck and receck sebagai bukti bahwa pihak bank telah melakukan pekerjaannya dengan hati-hati,” jelasnya, di Semarang, Ahad (8/8).
Mestinya, lanju Alfasadun, pihak bank membaca kemungkinan semua nasabah mencairkan dananya dalam waktu bersamaan. Selain itu apakah pihak bank juga sudah berpikir, buku tabungan yang baru terisi dan belum sempat dicetak saldonya bisa dipindahbukukan atas nama surat kuasa, sebagai sebuah transaksi wajar.
Disamping itu, proses aplikasi tabungan dan penarikannya, juga membebani masyarakat dengan biaya serta administrasi bank yang bagi ukuran masyarakat desa dianggap bertele-tele.
Bila pihak bank berhati-hati pastilah melakukan konfirmasi, karena uang yang dicairkan melibatkan banyak orang, dan juga uang yang dipindahbukukan berjumlah sangat besar.
Kenyataannya, pihak bank tidak melakukan konfirmasi kepada pemilik dana, padahal konfirmasi adalah salah satu cara untuk memperoleh keyakinan tentang kebenaran apakah pencairan dana itu sesuai dengan kehendak pemiliknya ataukah tidak.
Dari sisi administrasi, prosedur pemindahbukuan yang dilakukan oleh bank masih patut dipertanakan keenarannya. Karena prosedur yang setengah lagi yaitu konfirmasi kepada pemilik dana tidak dilakukan.
Karena pihak bank kurang hati-hati yaitu tidak melakukan salah satu proses yang cukup penting (konfirmasi) dalam proses pencairan dana pemilik tanah, FPPP minta kepada aparat berwenang untuk memeriksa pejabat bank yang berwenang.
FPPP DPRD Jawa Tengah juga berpendapat bahwa terkait hilangnya uang masyarakat tersebut, Tim Pembebasan Tanah (TPT) jalan tol Semarang-Solo harus bertanggung jawab.
Karena mereka tidak melakukan sosialisasi harga sebagaimana mestinya. Sebagai bukti tidak adanya sosialisasi ialah hampir semua masyarakat pemilik tanah tidak tahu kalau tanahnya dibeli dengan harga Rp 50.000 per meter persegi oleh TPT.
Alasan lainnya, lanjut Alfasadun, adanya pemain informal yang masuk lapangan seakan-akan bertindak sebagai petugas resmi. Pihak TPT seharusnya tahu adanya pemain tidak resmi ini.
“Ketidaktahuan TPT tentang adanya makelar dibalik pembebasan tanah pengganti lahan Perum Perhutani untuk jalan tol Semarang-Solo wajib dipertanggungjawabkan,” imbuhnya.
Adalah sangat tidak bertanggung jawab, TPT sebagai pembeli tanah melaksanakan tugasnya tanpa tahu kondisi lapangan dan disetir makelar. Indikasi adanya makelar yang ikut main ialah adanya kesimpangsiuran harga tanah.
Karena itu, berkaitan dengan adanya kekisruhan ini FPPP minta Ketua TPT diganti dan pihak berwenang mengusut tuntas ketidaktahuan TPT tentang adanya makelar yang ikut bermain.
”Selain itu juga mendesak agar Komisi D DPRD Jawa Tengah memanggil Ketua TPT dengan tujuan mengungkap mengapa sampai masyarakat tidak tahu kalau tanahnya dihargai Rp 50.000 per meter persegi,” tegasnya.
Sebelumnya, ratusan warga Kelurahan Jatirunggo,Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang,Jawa Tengah,mendatangi Komisi Informasi Publik (KIP) Jawa Tengah. Mereka mengadukan hilangnya dana dari rekening mereka di Bank Mandiri secara misterius yang totalnya mencapai Rp13,5 miliar.
Sebelum mendatangi KIP, warga mendatangi Bank Mandiri Cabang Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Namun, kedatangan mereka tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.