REPUBLIKA.CO.ID,PALU--Berbagai pihak di Sulawesi Tengah menyesalkan bentrokan antara massa dan polisi di Kabupaten Buol yang merenggut lima warga, Rabu dinihari. Diharapkan insiden ini segera dilokalisasi agar tidak pecah menjadi kerusuhan rasial seperti yang pernah terjadi di Poso tahun 1999 sampai 2002, kata anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah asal daerah pemilihan Buol dan Tolitoli Syarifuddin Adam di Palu, Rabu.
Ia mengingatkan semua pihak untuk waspada jangan sampai bentrokan masyarakat dengan aparat kepolisian tersebut dimanfaatkan pihak lain untuk memecah belah masyarakat Buol. Hubungan kekerabatan diantara masyarakat Buol itu cukup kuat. Oleh karena kekerabatan itu sehingga hati mereka tergerak untuk membela sesamanya.
Politisi Partai Hanura ini mengatakan, hubungan kekerabatan dan kekeluargaan di Buol cukup tinggi sehingga bahasa komunikasi masyarakat setiap harinya lebih banyak menggunakan bahasa Buol dibanding bahasa Indonesia. "Sekarang ini masyarakat Buol bersatu. Mereka sebetulnya ingin kejelasan tentang meninggalnya saudara mereka di tahanan polisi," kata Syarifuddin.
Melihat kondisi tersebut, Syarifuddin optimistis kerusuhan di Buol tersebut tidak akan merembes ke konflik horizontal berbau etnis kalau semua waspada. "Jangan sampai situasi ini dimanfaatkan pihak lain yang tidak ingin melihat Buol aman," kata Syarifuddin.
Sementara itu belasan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Tengah, mendesak Kepolisian Daerah Sulteng segera menyelesaikan kerusuhan di Kabupaten Buol. "Jangan sampai kerusuhan di Buol meluas sehingga melumpuhkan aktivitas masyarakat," kata Muhammad saat berorasi di depan Markas Polda Sulteng. "Kalau ada polisi yang terbukti salah harus ditindak demi terciptanya keadilan," kata Muhammad.
Sekitar 3.000 orang warga Buol Selasa malam 'menyerbu' Markas Polsek Biau untuk memprotes dan meminta penjelasan polisi atas tewasnya Kasmir Timumun di ruang tahanan polsek tersebut. Warga menduga bahwa kematian Kasmir bukan karena bunuh seperti yang disebutkan polisi tetapi karena dianiaya. Alasannya, seorang kakak korban yang menjenguknya sebelum Kasmir ditemukan tewas Senin (30/8) mengaku bahwa kasmir mengeluh karena mendapat penganiayaan oknum anggota polisi.
Kasmir yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek ini ditahan di Mapolsek karena kecelakaan lalu lintas yang diduga melibatkan anggota polisi setempat pada Sabtu (28/8). Massa yang membawa batu dan benda-benda tajam kemudian dihadang aparat bersenjata di sekitar Mapolsek sehingga terjadilah bentrokan. Polisi dilaporkan terdesak sehingga terpaksa mengeluarkan tembakan-tembakan peringatan.
Namun entah bagaimana, tembakan-tembakan peringatan itu mengenai massa sehingga timbul korban tewas dan luka-luka. Hingga Rabu malam, polisi mencatat tujuh orang tewas dan lebih 30 orang lainnya luka-luka. Itu belum termasuk belasan anggota polisi yang juga luka-luka terkena benda tajam dan lemparan batu.
Pihak rumah sakit umum Buol menyebutkan bahwa korban yang tewas umumnya tertembus peluru di bagian leher dan kepala. Karena itu, para mahasiswa mendesak polisi segera mengusut tuntas siapa yang bertanggung jawab atas kematian tujuh warga akibat bentrok dengan aparat kepolisian yang terjadi sejak Selasa (31/8) malam sampai Rabu (1/9) dinihari tersebut.