REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Pulau Madura pasca pembangunan jembatan Surabaya-Madura (Suramadu), kini terkesan ditinggalkan oleh pemerintah pusat. Jembatan prestisius di Indonesia itu, hanya menjadi kebanggan sesaat, setelah itu menjadi gunjingan tak sedap.
Betapa tidak, setelah diresmikan, muncullah beberapa kekurangan yang sangat mengganggu kebanggan masyarakat Madura, dari soal penerangan lampu sepanjang jalan masuk jembatan Suramadu, sistim keamanan yang tidak jelas dan hancurnya jalan raya sepanjang Kabupaten Bangkalan hingga Sumenep. Kegagahan Suramadu yang menjadi buah bibir warga Jawa Timur, justru kini muncul cerita tak sedap yang membubui kemegahannya.
Menurut Suli Faris, ketua komisi A DPRD Pamekasan, pemerintah pusat terkesan tidak punya greget untuk membangun Pulau Madura, setelah Suramadu selesai. Padahal sejak awal, konsep Suramadu, memiliki tahapan perencanan yang mentereng. ''Madura ditinggal pemerintah pusat pasca Suramadu, dan ini menyakitkan,'' kritiknya.
Menjelang mudik lebaran, lanjut politikus Partai Bulan Bingtang itu, banyak perantau yang akan mudik, mulai ketar ketir melewati Suramadu, karena dinilai tidak aman, khususnbya pada malam hari. Dan mereka tahu, bahwa kondisi jalan raya ke Madura, tidak lagi nyaman dilalui, karena banyak yang rusak dan bergelombang yang disertai dengan padatnya angkutan. ''Setelah Suramadu di bangun, ruas jalan menjadi tak memadai dan kerap macet,'' ujarnya.
Ia sangat khawatir pada arus mudik lebaran tahun ini, jalan raya Madura, akan menjadi jalur tengkorak bagi para pemudik. Untuk itu Suli Faris meminta kepada pemerintah pusat, agar segera melakukan langkah perbaikan dan pelebaran, karena rusaknya jalan raya di Madura, banyak disebabkan karena hadirnya mobil besar milik perusahaan migas yang masuk Madura, yang mengangkut peralatan pengeboran di Madura. ''Mobil perusahaan migas itu, beratnya ratusan ton yang masuk Madura, otomatis jalan raya yang dilalui akan hancur “ paparnya.
Kebijakan pemerintah pusat mengizinkan perusahaan migas yang masuk Madura, lanjut Suli, wajib disertai tanggung jawab pemerintah pusat untuk memperbaiki atau meminta kompensasi pada perusahaan migas, seperti yang diatur UU no 22 tahun 2001, tentang kewajiban perusahaan untuk memberi ganti rugi. ''Kalau pemerintah pusat cuek, maka orang Madura akan jadi korban,'' katanya.