REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG--Kasus Universitas Bandar Lampung (UBL) berdarah sudah 11 tahun. Namun, pengusutan tragedi yang menewaskan dua mahasiswa, Yusuf Rizal dan Saidatul Fitria, belum ada kejelasan.
Hal terungkap dalam aksi sejumlah mahasiswa yang menyebut diri Komite 28 September di kampus UBL, Selasa (28/9). Mahasiswa menagih janji pengusutan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang sudah 11 tahun. Komite 28 September ini terdiri dari Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Teknokra Universitas Lampung (Unila), Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni UBL, Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Mereka menggelar orasi di jalanan, sehingga arus lalu lintas dari dua arah macet. Selain itu, mahasiswa menggelar aksi teaterikal mengisahkan kematian dua mahasiswa saat aksi unjuk rasa 28 September 1999 silam.
Peristiwa ini menjadi momentum bagi Lampung pada masa reformasi. Saat itu, ratusan mahasiswa berunjuk rasa menolak penerbitan Undang Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB).
Menurut Ari Beni, korlap Komite 28 September, pengusutan kasus ini tidak ada kemajuan sedikitpun, padahal sudah 11 tahun. "11 Tahun tragedi UBL berdarah tidak ada kemajuan," katanya.
Mahasiswa mendesak pihak keamanan soal bentuk tindakan represif yang mengarah pada pelanggaran HAM dihentikan, dan pembangunan tugu peringatan tragedi pelanggaran HAM yakni UBL Berdarah segera direalisasikan. Unjuk rasa mahasiswa ini mendapat pengawalan ketat polisi Polda Lampung dan Polresta Bandar Lampung.