REPUBLIKA.CO.ID,MAGELANG--Sedikitnya 3.000 unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta 157 unit koperasi di tiga kabupaten di Jawa Tengah terpuruk akibat terkena dampak letusan Merapi. Mayoritas UMKM itu bergerak di sektor pertanian, kerajinan dan perdagangan.
Meski begitu, Pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Tengah masih mengalami kesulitan untuk menyusun konsep pemulihan perekonomian pascabencana letusan Gunung Merapi di tiga wilayah daerah yang terkena bencana tersebut.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan, upaya ini masih terkendala oleh minimnya pasokan data akurat lapangan serta belum pastinya kebijakan Pemerintah Pusat dalam pascamasa tanggap bencana. “Kami butuh identifikasi dan verifikasi data secara akurat, baru bisa menyusun konsep yang akan dilakukan pascamasa tanggap darurat,” ungkap Sujarwanto, saat dihubungi per telepon, Jumat (12/11).
Selain itu, lanjutnya, Pemprov Jawa Tengah juga masih menunggu status aktivitas vulkanis Gunung Merapi yang hingga saat ini masih sulit untuk diprediksi. Sehingga Pemerintah Pusat sendiri juga belum membuat kebijakan strategis pemulihan ini.
Ia juga menyampaikan, setelah proses pendataan, langkah yang mendesak diambil adalah menentukan program apa yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan dan memulihkan para pelaku industri kecil tersebut.
Dia mencontohkan, UMKM di bidang pertanian membutuhkan waktu setidaknya dua tahun untuk dapat mengembalikan kondisi seperti semula. Sehingga dalam rentang waktu ini dibutuhkan program dari pemerintah agar perekonomian mereka tetap dapat berjalan.
Di satu sisi, masih ungkap Sujarwanto, pihaknya juga belum berkoordinasi dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya terkait pinjaman UMKM maupun koperasi yang terkena dampak letusan Gunung Merapi ini.
Sebab jika sumber bantuannya dari pemerintah --seperti kredit usaha rakyat (KUR) atau kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE)—diakuinya relatif lebih mudah kalau hendak diringankan atau bahkan dihapus.
Alasannya kedua kredit ini yang menjamin pemerintah. “Tapi kalau bukan, maka perlu dibicarakan bersama akad kreditnya. Sebab bencana alam seperti Merapi ini termasuk kondisi force majeur,” tandasnya.
Sebelumnya, Pemimpin Kantor Bank Indonesia Semarang Ratna E Amiaty mengakui, dibutuhkan dana yang tidak sedikit untuk proses pemulihan perekonomian di wilayah yang terkena dampak bencana Merapi.“Termasuk di dalamnya mencakup dana untuk menanggung kemungkinan dilakukannya penghapusan atau penjadwalan ulang kredit para pelaku usaha di tiga daerah bencana Merapi ini,” jelasnya.
Sementara Gubernur Jawa Tengah, H Bibit Waluyo mengungkapkan program pemulihan akan menunggu pembahasan bersama pemerintah pusat. Termasuk keinginan pemerintah untuk merelokasi warga yang tinggal di radius lima kilometer dari puncak Merapi.
Sebab letusan Merapi itu sudah menjadi semacam siklus yang terus berulang. Idealnya setelah erupsi kali ini mereda, maka tidak ada lagi warga yang tinggal di radius lima kilometer atau bahkan 10 kilometer dari puncak Merapi. “Tapi untuk mewujudkan rencana ini tidaklah mudah dan jelas butuh biaya yang tidak sedikit. Sehingga Pemerintah Daerah harus membicarakannya dengan pemerintah pusat,” imbuh Gubernur.