REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Aktivitas vulkanik Gunung Bromo yang menunjukkan intensitas penurunan memunculkan peluang berubahnya status 'Awas' yang ditetapkan sejak 24 November tersebut. Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Bencana Geologi PVMBG, Gede, Suantika, saat dihubungi via telepon seluler, Rabu (1/12).
“Bila dalam sepekan ke depan, gempa vulkaniknya tidak muncul dan amplitudo gempa tremor maksimal satu millimeter, maka status bisa diturunkan menjadi level tiga (Siaga),” kata Suantika.
Menurut Suantika, tanda lainnya yang bisa mendukung perubahan status Bromo adalah berubahnya warna asap yang dikeluarkan dari gelap kecoklatan menjadi warna putih. “Artinya tekanan energi dari dalam mengecil. Saat ini, masih kecoklatan, tapi sudah mulai memutih,” jelasnya.
Suantika melanjutkan, asap Bromo yang keluar sepanjang Rabu (1/12), selain disertai abu vulkanik juga mengandung gas belerang. “Ini bisa dilihat pada warna coklatnya yang kemerahan,” terangnya.
Selain itu, sambung Suantika, pengukuran yang dilakukan pada punggung Gunung Bromo menunjukkan tingkat deformasi yang juga mengalami penuruan. “Sudah mendatar dari penggembungan yang terjadi sebelumnya, begitu juga hasil pengukuran pada Gunung Batok dan Gunung Kursi yang berada di sekitar Bromo, tidak ditemukan penggembungan. Artinya aktivitas vulkanologi di kawasan ini mulai normal,” jelasnya.
Meski begitu, pihaknya tetap mengimbau agar masyarakat, khususnya wisatawan tidak menurunkan tingkat kewaspadaan dan menganggap situasi sudah aman. Pasalnya, yang berhak mengevaluasi status demi keamanan masyarakat adalah kantor pusat PVMGB di Bandung. “Kami hanya melaporkan data terakhir saja, lalu pusat yang menganalisa dan menentukan. Namun, kewaspadaan tetap harus dijaga,” katanya.
Tak lupa, Suantika mengimbau masyarakat mempergunakan masker yang telah dibagikan oleh petugas. Pasalnya, abu vulkanik Bromo mengandung silicat (bahan pembuat kaca) yang berbahaya bagi sistem pernapasan. “Hari ini angin cenderung bertiup ke arah utara, Probolinggo dan Pasuruan,” tukas Suantika.
Adapun, hasil pantauan seismograf hingga siang hari dari Pos Pengamatan Gunung Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, menunjukkan gempa vulkanik dangkal terjadi sembilan kali beramplitudo maksimal 14 milimeter, dengan durasi rata-rata 20 detik, dan gempa tremor dengan amplitudo maksimal 4 milimeter.
“Sebelumnya maksimal amplitude hanya 5 milimeter. Berarti ini menunjukkan tekanan gas Bromo mengecil, sesuai dengan tanda visual kepulan asap yang sekarang tingginya sekitar 150 sampai 200 meter,” tandas Suantika.