REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Peran perempuan dalam mitigasi atau upaya pengurangan risiko bencana masih kurang, karena masih adanya ketimpangan struktur sosial dalam gender di masyarakat, kata praktisi Yakkum Emergency Unit Natalia. "Padahal, peran perempuan dalam hal ini memiliki dampak yang vital, mengingat korban dari berbagai bentuk bencana justru banyak kalangan anak-anak dan perempuan," katanya di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, keterlibatan perempuan yang minim dalam upaya pengurangan risiko bencana mengakibatkan kurangnya penanganan terhadap masalah yang timbul di kalangan perempuan saat terjadi bencana.
"Dalam upaya prabencana, misalnya, sosialisasi langsung yang dilakukan cenderung hanya melibatkan laki-laki. Perempuan menjadi orang kesekian dalam runtut penerimaan informasi, sehingga informasi yang diperoleh terbatas," katanya.
Ia mengatakan. hal itu juga terjadi dalam penanggulangan bencana. Terbatasnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan saat penanggulangan bencana mengakibatkan fasilitas kebutuhan perempuan menjadi kurang memadai. "Pengungsian yang dikonsep laki-laki cenderung menfasilitasi hal-hal bersifat umum, seperti logistik, beras, dan makanan. Padahal, perempuan ada daur biologis yang seharusnya juga diperhatikan," katanya.
Menurut dia, kurangnya perhatian menyebabkan ketersediaan kebutuhan perempuan seperti pembalut dan pakaian dalam sangat minim di beberapa pengungsian. Kondisi itu menyebabkan perempuan tidak nyaman.
"Hal tersebut menunjukkan konsep yang dibuat oleh laki-laki mengenai pengungsian cenderung kurang nyaman bagi perempuan. Oleh karena itu, perlu ada upaya meningkatkan partisipasi serta peran perempuan dalam mitigasi bencana," katanya.