Jumat 28 Jan 2011 17:52 WIB

Tempatkan Sultan Jadi Gubernur Utama, Pemerintah tak Perhatikan Budaya

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Bagi anggota Tim Asistensi dari unsur sejarawan Prof Djoko Suryo konsep gubernur dan wakil gubernur utama yang ditawarkan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undanga Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta hanya sekadar mengada-ada. Sebab, secara historis, konsep tersebut tidak pernah ada.

Karena itu, menurut dia, konsep gubernur utama menunjukkan bahwa pemerintah kurang memperhatikan budaya. Padahal Yogya merupakan benteng kebudayaan nusantara yang perlu tetap dipegang untuk pengembangan kebudayaan modern. Djoko Suryo optimis sistem penetapan masih bisa diperjuangkan.

"Saya optimis bisa penetapan. Toh tidak menyimpang dari apa yang sudah berlaku," kata dia usai bertemu dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Yogyakarta, Jum'at (28/1).

Sementara itu Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi DIY Tavip Agus Rayanto menjelaskan pertemuan tim asistensi hanya mencermati dan mengkaji draft pemerintah yang sudah dikirim ke tim asistensi yang di dalamnya terdapat konsep gubernur utama. "Tim asistensi akan mengawal dari aspek materi. Kalau ada pembahasan kami minta untuk dilibatkan," kata Tavip.

Tim asistensi juga akan mengundang pakar untuk melakukan kajian dari aspek yuridis guna menyeimbangkan argumentasi. Dalam pertemuan itu, kata Tavip, Gubernur menyampaikan keingingan pemerintah yang ingin menempatkan dirinya dalam posisi gubernur utama dan intinya tidak sampai terkena masalah hukum.

Pemikiran pemerintah yang ingin memberikan tempat tersendiri itulah yang sebetulnya monarkhi. Sultan juga menegaskan bahwa Sultan menjadi Gubernur atau tidak seharusnya memiliki kedudukan yang sama di muka hukum dan ketika Sultan bermasalah dengan hukum tetap harus diproses. Menurut Tavip, Sultan selama ini tidak membahas dinamika di Jakarta.

"Penetapan atau tidak, atau akan terjadi penggebosan atau tidak, yang penting beliau hanya menyampaikan pembahasan itu bisa cepat bisa lama, sehingga semua pihak diminta menyiapkan materi," kata dia. Diakui Tavip, hak angket Century dan RUUK itu akan menjadi konstelasi bargaining antar parpol. "Kita melihatnya di situ. Bargaining antara setgab dengan yang bukan, akan memperhitungkan cepat tidaknya pembahasan RUUK," tutur Tavip.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement