REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan bertemu pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan pimpinan serta anggota Komite I DPD serta Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD terkait pembahasan Rancangan Undang Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY). Menurut keterangan Sekretariat Jenderal DPD RI yang disampaikan kepada pers di Jakarta, Sabtu (29/1), pertemuan dijadwalkan berlangsung Senin (31/1) pukul 12.00 WIB di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta.
Pertemuan itu untuk membicarakan format dan mekanisme rapat kerja antara Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemhukham) untuk membahas RUUK DIY. Di kesempatan tersebut, DPD akan mempersoalkan format dan mekanisme rapat kerja Komisi II DPR tanggal 26 Januari 2011 yang dihadiri pimpinan/anggota Komite I DPD, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, dan Kemhukham yang mewakili Presiden.
Peristiwanya terjadi sebelum pengesahan jadwal rapat kerja dan sebelum Mendagri membacakan keterangan Pemerintah atas RUUK DIY. Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi II DPD Chairuman Harahap didampingi wakil-wakil ketua, yakni Abdul Hakam Naja, Ganjar Pranowo, dan Taufiq Effendi, Ketua Komisi II DPR menyatakan taat asas Pasal 150 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Tapi penegasannya DPD hanya mengikuti dua dari tiga kegiatan Pembicaraan Tingkat I, yakni pengantar musyawarah dan penyampaian pendapat mini. Di antaranya dua kegiatan terdapat pembahasan DIM yang tidak diikuti DPD. Komite I DPD yang dipimpin ketuanya, Dani Anwar, bersama antara lain Ferry FX Tinggogoy, I Wayan Sudirta, dan mantan Ketua Tim Kerja RUUK DIY Paulus Sumino, menghendaki agar berkesempatan membahas DIM RUUK DIY, karena DIM hanya diajukan oleh Presiden apabila RUU berasal dari DPR dan hanya diajukan oleh DPR apabila RUU berasal dari Presiden.
Pada pengantar musyawarah, DPD hanya menyampaikan pandangan apabila RUU yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari DPR atau Presiden, sedangkan pendapat mini DPD disampaikan pada akhir Pembicaraan Tingkat I. Padahal, Pasal 22D ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan bahwa DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan antara lain otonomi daerah serta hubungan pusat dan daerah.
UU 27/2009 memberi kesempatan kepada DPD untuk mengikuti pembahasan RUU yang berasal dari DPR atau Presiden melalui Pembicaraan Tingkat I dalam kegiatan pengantar musyawarah dan pembahasan DIM di rapat kerja komisi seperti tercantum pada pasal 253 dan pasal 150. Sedangkan Pembicaraan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR tidak diikuti DPD karena pengambilan keputusan. Dalam rapat kerja Komisi II DPR yang lalu, DPD ditegaskan oleh DPR tidak ikut membahas DIM RUUK DIY.
DPD mempelajari konstruksi format dan mekanisme rapat kerja tersebut dalam sidang-sidang Komite I DPD dan Panitia Musyawarah DPD karena menyangkut amanat UUD 1945 dan UU 27/2009. DPD menganggap peristiwa tersebut sebagai persoalan yang serius karena menyangkut hubungan kerja antarlembaga legislasi di masa kini dan nanti yang mempengaruhi pembahasan RUU yang lain, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden, yang justru tidak taat asas.