REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON - Salah seorang jamaah Ahmadiyah yang menjadi korban kekerasan di Cikeusik, Pandeglang, Banten, Warsono (35), dimakamkan di kampung halamannya di Cirebon, Selasa (8/2). Proses pemakaman pun mendapat penjagaan ketat dari petugas kepolisian. Mobil yang membawa jenazah Warsono tiba di rumah orang tuanya di Blok Monggor, Desa Dukuh, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, sekitar pukul 08.30 WIB. Kedatangan anak kedua pasangan Kustolib (65) dan Damira (50) itu langsung disambut isak tangis keluarga.
Setelah dishalatkan, jenazah kemudian dimakamkan di pemakaman umum desa setempat, sekitar pukul 10.05 WIB. Lokasi pemakaman itu hanya berjarak beberapa meter dari rumah orang tuanya. Kustolib menuturkan, Warsono merantau ke Jakarta sejak 20 tahun lalu dan bekerja sebagai sopir bajaj. Di Jakarta, Warsono tinggal di Muara Baru, Jakarta Utara bersama istri dan lima anaknya (salah satunya sudah meninggal).
Salah seorang adik Warsono, Sumiati (24), menambahkan, sekitar lima tahun yang lalu, Warsono mengaku kepada keluarga jika dia sudah masuk organisasi Ahmadiyah. Mendengar pengakuan tersebut, pihak keluarga tidak mencegah karena keyakinan Warsono terhadap ajaran Ahmadiyah sudah kuat. "Tapi semua keluarga kami di Cirebon ini tidak ada yang masuk Ahmadiyah," tegas Sumiati.
Setelah masuk menjadi jamaah Ahmadiyah, Warsono ditugaskan menjadi penjaga masjid di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Di daerah itulah, Warsono akhirnya tewas dalam insiden penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah. Sementara itu, proses pemakaman Warsono mendapat penjagaan yang ketat dari Polres Cirebon. Bahkan, petugas kepolisian berjaga-jaga di sepanjang jalan desa hingga lokasi pemakaman. "Ini untuk pengamanan saja," ujar Kapolres Cirebon, AKBP Edi Mardianto.
Sebelumnya, pemakaman Warsono di kampung halamannya sempat mendapat penolakan dari salah satu ormas Islam. Pasalnya, Warsono dinilai telah kafir karena menjadi jamaah Ahmadiyah. "Hal itu diungkapkan beberapa orang dari ormas Islam kepada saya tadi malam," tutur Kepala Desa Dukuh, Nurudin.
Namun, Nurudin mengaku tidak bisa memenuhi permintaan dari salah satu ormas tersebut. Pasalnya, Warsono memang asli kelahiran Desa Dukuh. "Lagipula dia sudah meninggal," tandas Warsono.