REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Pembela Muslim (TPM) menilai pihak kepolisian terkesan panik dalam menangani kasus bentrokan yang terjadi di Kampung Pasir Peutuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, Ahad (6/2). Hal ini dapat dilihat dari diturunkannya Datasemen Khusus (Densus) 88.
"Saya menduga itu dari Densus 88 yang menangani tujuh orang tersangka. Kami sangat menyayangkannya," kata Ketua Dewan Pembina TPM Pusat, Mahendradatta, yang dihubungi Republika, Ahad (13/2).
Ia memaparkan kepanikan polisi ini dapat dilihat jika selalu berurusan dengan kelompok Islam dan Densus 88 tidak akan ragu untuk diturunkan. Dengan adanya Densus 88, tambahnya, seolah-olah ada justifikasi jika Islam itu penanganannya harus menggunakan anti-teror. Padahal belum tentu kelompok yang berkaitan dengan Islam itu identik dengan tindakan terorisme.
Selain itu, ia juga menyoroti mengenai tersangka bentrokan Cikeusik yang kini telah bertambah menjadi tujuh orang, setelah sebelumnya lima orang yang ditetapkan polisi sebagai tersangka. Uniknya, para tersangka tersebut tidak terlihat dalam gambar rekaman yang dimiliki Arif.
Ia menyontohkan salah satu tersangka, UJ, tidak terdapat dalam rekaman Arif. Ia menjadi tersangka setelah dianggap melakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap kelompok Ahmadiyah hingga menyebabkan tiga orang tewas.
UJ juga merupakan adik dari Suparta yang terluka 40 jahitan hingga mengenai tulang lengan kiri karena sabetan clurit dari kelompok Ahmadiyah sebelum bentrokan terjadi. Pihak kelompok Ahmadiyah yang melakukan pencluritan terhadap Suparta sempat terlihat dalam rekaman. Ia menggunakan jaket hitam dan topi biru serta tengah memegang clurit.
"(Para Tersangka) Tidak ada dan belum cocok dalam rekaman itu," tegasnya. Ia menambahkan, pihak TPM Pusat kini menjadi kuasa hukum dari tujuh orang tersangka insiden bentrokan di Cikeusik.
Sebelumnya, lima orang dijadikan tersangka dalam insiden bentrokan di Cikeusik. Identitas lima tersangka tersebut berinisial UJ, Ke, Kn, Knh, dan Yh alias I. Peran mereka di antaranya, UJ mengakui sebagai salah satu
pelaku pembunuhan, Ke sebagai pengerah massa, Yh sebagai pelaku penganiayaan dan pengeroyokan.