REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD RI Intsiawati Ayus mengakui banyaknya persoalan dalam pemilu 2014 namun dari pada mubazir maka janganlah dikatakan tidak sah.
"Dengan mempertimbangkan besarnya biaya serta waktu dan agar jangan mubazir maka janganlah dikatakan pemilu tidak sah. Tetap sah tapi memang dengan banyak catatan," kata anggota DPD RI Intsiawati Ayus dalam dialog kenegaraan di DPD RI Senayan Jakarta, Rabu (30/4).
Diskusi yang mengambil tema; "Pemilu 2014-Baik atau Buruk ?", menghadirkan pembicara anggota DPD RI Intsiawati Ayus, Direktur program Transparency International Indonesia Ibrahim Fahmi Badoh dan koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow.
Intsiawati menilai sistim pemilu saat ini merupakan yang paling rumit. "Memang rumit, tapi kita selalu melihat makin panjangnya jalan maka makin panjang peluang negosiasi. Ini peluang untuk kecurangan," kata Intsiawati.
Menurut Intsiawati selama ini negara pura-pura tidak tahu padahal negara tahu dan mampu untuk memperbaiki hal itu.
Menurut Direktur program Transparency International Indonesia Ibrahim Fahmi Badoh, UU pemilu memang sejak awal tak mendukung kegiatan anti korupsi. "Contohnya soal rekrutmen caleg, sekarang ada diskresi yang sangat besar oleh elit-elit partai. Maka yang terjadi transaksional," kata Ibrahim.
Karena itu tambah Ibrahim yang terjadi dan masuk sebagai caleg adalah calon yang kaya, anak orang kaya/berpengaruh atau ada yang mendanai. Ibrahim menilai untuk penentuan menjadi caleg saja sudah terjadi diskriminasi."Dan ketika ladang pertarungan ada di dapil, maka para kandidat ini yang akan bertarung sendiri habis-habisan. Dan ini dalam prakteknya jelas tidak ada pendidikan politik tapi marketing, jualan saja," kata Ibrahim Badoh.