REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah meluncurkan program 'DPD RI Goes to Campus', yang bertujuan melakukan sosialisasi peran dan kendala DPD pada mahasiswa. Universitas Paramadina menjadi universitas pertama di Jakarta yang mendapat kesempatan untuk menjadi mitra DPD dalam melakukan sosialisasi ini.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua DPD RI Farouk Mohammad menceritakan sejarah dan konsepsi dasar pembentukan DPD di Indonesia. Semua berawal, kata dia, setelah lahirnya gerakan reformasi mahasiswa pada 1998. "DPD RI adalah anak reformasi 1998," ucapnya saat memberikan materi di Universitas Paramadina, Kamis (28/5).
Pasca reformasi 1998, Farouk mengungkapkan, mantan presiden RI BJ Habibie membentuk tim masyarakat madani. Tim inilah yang menolak utusan golongan dan utusan daerah yang diangkat oleh presiden pada waktu itu dan duduk di parlemen. Namun utusan itu dianggap tidak demokratis dan mewakili fungsi parlementer. "Karna utusan golongan dianggap masuk unsur partai politik. Sedangkan utusan daerah, perlu membuat DPD," tuturnya.
Jadi, konsepsinya, lanjut dia, harus ada DPD dan DPR. Dua badan ini yang menjalankan peranan check and balancing dalam fungsi badan legislatif. "Fungsi ini dijalankan dalam fungsi pengawasan dan penganggaran," jelas Farouk.
Namun, konsep yang dihasilkan tim masyarakat madani ini ternyata tidak berjalan mulus ketika dibawa ke DPR karena para politisi berpandangan lain. Akhirnya, fungsi DPD tidak lagi seperti yang diajukan tim masyrakat madani, yaitu melakukan fungsi pengawasan dan penganggaran. DPD juga hanya diberi kewenangan untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan DPR yang mempertimbangkannya.