REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia dikarenakan sebagian besar masyarakat masih belum memandang kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Padahal, lanjutnya, Indonesia sudah memiliki UU Perlindungan Anak sejak tahun 2002 dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara bagi yang terbukti melanggar.
"Walau sudah ada regulasinya, kekerasan fisik, seksual, dan psikologis terhadap anak dengan berbagai macam cara meningkat tiap tahun. Bahkan banyak pelaku kekerasan terhadap anak ternyata adalah orang-orang terdekatnya," kata Fahira di gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/6).
Oleh karena itu, senator asal Jakarta itu mengatakan, perlu blueprint perlindungan anak untuk merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak terutama fisik dan seksual adalah kejahatan luar biasa.
"Saya juga sudah sampaikan berkali-kali kepada DPR dan pemerintah, segeralah merevisi UU Perlindungan Anak, untuk mengubah hukuman maksimal 15 tahun menjadi hukuman mati bagi pelaku kekerasan anak yang sadis seperti kasus Angeline,” ujar dia.