Thursday, 17 Jumadil Akhir 1446 / 19 December 2024

Thursday, 17 Jumadil Akhir 1446 / 19 December 2024

MOS Harus Jadi Momen Revolusi Mental

Rabu 05 Aug 2015 00:05 WIB

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih

Siswa senior SMK Negeri 1 Serang memotong kuku adik kelasnya yang baru masuk saat Masa Orientasi Sekolah (MOS), di Serang, Banten, Selasa (28/7). Pihak sekolah menekankan kegiatan MOS edukatif seperti kerapihan dan kegiatan baris berbaris untuk mencegah pr

Siswa senior SMK Negeri 1 Serang memotong kuku adik kelasnya yang baru masuk saat Masa Orientasi Sekolah (MOS), di Serang, Banten, Selasa (28/7). Pihak sekolah menekankan kegiatan MOS edukatif seperti kerapihan dan kegiatan baris berbaris untuk mencegah pr

Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD RI meminta pemerintah tidak main menyalahkan  sekolah, jika terjadi pelanggaran atau keganjilan dalam pelaksanaan masa orientasi siswa atau MOS. Sebab, pemerintah juga dinilai bersalah dalam hal ini, karena tidak melakukan antisipasi sebelumnya, untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

Ketua Komite III DPR RI Hardi S Hood mengatakan, adanya MOS di sebuah sekolah sangat penting, karena itu adalah momen pertama seorang anak berpindah jenjang pendidikan. Tinggal persoalannya, apa yg mau diisi dari MOS tersebut.

"Kalau memang presiden Jokowi mempunyai revolusi mental, nah MOS ini adalah momennya, memberikan pendidikan karakter," kata Hardi saat dihubungi Republika Online, Selasa (4/8).

Setelah itu, lanjut Hardi, tinggal Mendikbud menentukan arahnya seperti apa, bagaimana teknisnya. Sebab, pemerintah selama ini hanya menyalahkan sebuah sajian, tapi mereka sendiri tidak menyajikan apa-apa untuk sekolah.

"Kita tidak punya alternatif, itu yang harus dibuat oleh menteri. Pemerintah jangan hanya menyalahkan. Tapi tidak memberikan solusi konkrit apa yang seharusnya dilakukan," kata Hardi.

Hardi menambahkan, biasanya momen MOS  menjadi kenangan tersendiri. Nah, kenangan apa yg dibangun, kata dia, bergantung pada apa yang siapkan sekolah.

"Kalau memorinya kekerasan akan berkarakter keras. Namun, pemerintah membiarkan apa yang telah terjadi," jelasnya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler