REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabut asap bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Pemerintah pun telah berkali-kali melakukan penanganan. Namun, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai, dari sekian kali penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah, dari tahun ke tahun, belum ada perubahan yang signifikan.
"Cara penangananya tidak ada peningkatan dibandingkan dengan kejadian serupa pada tahun-tahun sebelumnya," katanya dalam konferensi pers mengenai tanggapan darurat bencana asap dan penangananya, di Komplek Parlemen pasa Kamis (10/9).
Hal itu dibuktikan oleh Senator dari Sumatera Utara itu dengan melakukan peninjauan langsung di lokasi. Menurutnya, enam bulan lalu, DPD RI telah melakukan peninjauan langsung di kawasan rawan titik api di Jambi. Ia berharap, kedepanya, penaganan itu dapat lebih ditingkatkan. Karena, selain berdampak negatif bagi lingkungan, kabut asap juga memiliki dampak negatif bagi perekonomian dan kesehatan masyarakat.
"Tiga bulan lalu, kami juga melakukan tinjauan di Riau," ujar dia.
Dari tinjauan itulah, DPD RI menemukan bahwa penanganan persoalan kabut asap masih belum optimal. Padahal, persoalan ini sudah terjadi berkali-kali. Bahkan, cenderung rutin setiap tahun. DPD mendorong pemerintah untuk bertindak dengan lebih tegas. Tindakan tegas itu harus ditunjukan dengan penegakan hukum secara optimal. Perusahaan penyebab kabut asap juga harus ditindak.
Menurut Senator dari Sumatera Utara itu, selama ini, sebenarnya, penyebab utama dari adanya kabut asap adalah dari kegiatan perusahaan swasta yang melakukan perluasan lahan. Kemudian, peeusahaan itu menyewa oknum untuk melakukan pembakaran hutan secara sengaja. Oleh karena itu, selain mendorong penegakan hukum kepada oknum pembakar hutan, Parlindungan juga mendorong agar penegakan hukum juga harus menyentuh perusahaan swasta tersebut.