REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite III DPD RI mendorong revisi Undang-Undang Nomor 39/2004 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Revisi aturan tersebut untuk memastikan para pekerja migran mendapatkan perlindungan sebelum keberangkatan hingga selama bekerja di luar negeri.
Anggota Komite III DPD RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto berpendapat, aturan yang berlaku sekarang ini belum mengutamakan jaminan perlindungan untuk tenaga kerja. Sebab, UU 39/2004 tentang Perlindungan TKI lebih fokus kepada bisnis penempatan tenaga kerja.
Abraham pernah menjumpai sejumlah TKI di daerah pemilihannya yang ditipu dalam proses pengurusan keberangkatan ke luar negeri. Bahkan, dia menyatakan, pelakunya adalah oknum pejabat pemerintahan yang seharusnya memberikan perlindungan.
Karena itu, dia menuturkan, revisi UU harus mampu memberikan perlindungan bagi TKI. Perlindungan dilakukan mulai dari proses pengurusan dokumen, pelatihan, penyediaan lowongan kerja, dan perlindungan terhadap TKI selama bekerja di luar negeri.
“TKI Ilegal di NTT, ada oknum yang seharusnya melindungi, tapi justru mencari kesempatan dalam kesempitan, contoh imigrasi, kepolisian, jadi RUU yang baru ini harus fokus kepada pengawasan terhadap TKI supaya mereka benar-benar mendapat perlindungan,” ujar Abraham pada rapat kerja Komite III DPD dengan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakiri di gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (15/2).
Anggota Komite III DPD Ahmad Sadeli Karim meminta pemerintah proaktif memfasilitasi warga negara Indonesia yang mencari peluang kerja di luar negeri. Sedangkan, Eni Khairani dari Bengkulu mempertanyakan kondisi balai latihan kerja (BLK) di sejumlah daerah yang jauh dari layak.
Eni menilai, selain sarana dan prasana BLK yang sudah sangat tua, serta pelatih atau instruktur yang ada juga kurang kreatif. “Masak ada mesin untuk pembelajaran yang usianya 30 tahun, ini persoalan di daerah. Belum daya tampungnya yang tidak mencukupi untuk calon tenaga kerja,” kata dia.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan mengakui UU yang ada saat ini mementingkan masalah penempatan TKI dan menjadikan TKI sebagai objek penderita. "Kita ingin UU yang baru nanti bisa memberikan perlindungan kepada warga negaranya yang di luar negeri," kata dia.
Hanif juga berjanji akan melakukan pembenahan terhadap BLK yang ada di daerah. Dia menuturkan, hal lain yang perlu dibenahi, yaitu kurangnya pertahanan kepasitas diri (self defence capacity) dari TKI. “Self defence capacity tenaga kerja kita kurang, biasa disuapin, tinggal bayar ke calo terima beres semua pengurusan dokumen," ujar dia.
Untuk menuntaskan persoalan ini, Hanif menyatakan, TKI harus mendapatkan akses terhadap pelatihan yang difasilitasi oleh pemerintah supaya dapat tercipta SDM yang terampil dan mandiri. "Ke depan, harus didorong SDM yang lebih baik dan terampil sehingga mereka jadi subjek pertama dari proses pencarian kerja,” kata dia.