Monday, 11 Sya'ban 1446 / 10 February 2025

Monday, 11 Sya'ban 1446 / 10 February 2025

DPD Bahas Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Kamis 28 Apr 2016 07:00 WIB

Rep: eko supriyadi/ Red: Taufik Rachman

DPD RI

DPD RI

Foto: antaranews

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, gelar expert meeting guna membahas Rancangan Undang-undang tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. rapat diselenggarakan di ruang rapat komite IV, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Menurut Ketua Komite IV Ajiep Padindang, mengungkapkan setiap daerah sebetulnya kaya dan beragam, seperti NTT, Jambi, Bengkulu. Tapi kenapa daerah kaya seperti Aceh, Papua, Riau dan Kaltim, yang dibagi hasil hanya minyak dan tambang.

Padahal tidak semua daerah punya minyak dan tambang, daerah mendapatkan ketidak adilan.''Di Bali turis maju tapi Bali tidak memperoleh benefit maksimal bagi hasil dari visa and travel,'' ujarnya.

Ekonom dan politisi Faisal Basri menilai, salah satu solusi penambahan pendapatan daerah dalah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Saat ini yang diterima daerah hanya pajak perseorangan, sedangkan tidak banyak di daerah orang yang punya NPWP sebagai dasar pemotongan pajak perseorangan, apalagi hasil PPN itu diambil pusat.

''Harusnya bisa diberikan ke daerah agar daerah bisa memperoleh tambahan masukan pendapatan,'' jelas dia.

Faisal menambahkan, secara teknis mungkin bisa bertahap dulu dari pembagian PPN yang saat ini 10 persen, itu bisa diatur untuk ke daerah 2 persen dan ke pusat 8 persen. Secara berkala nanti bisa diberikan 10 persen ke daerah untuk PPN, sedangkan pemerintah bisa fokus ke pajak korporasi dan pajak perseorangan.

Ada wacana bahwa pemerintah pusat akan menurunkan tarif pajak perusahaan agar kompetitif, yang awalnya 25 persen, Menkopolhukan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan akan turun jadi 18 persen. Kalaupun itu dilaskanakan ke 15 persen, maka Faisal menyarankan 17 persen saja, dan yang 2 persen diserahkan ke daerah.

Daerah yang sudah kaya bisa tidak mengenakan pajak itu. Misalnya daerah ingin merangsang perusahaan investasi di daerahnya, maka tidak perlu kenakan pajak selama 5 tahun.''Nah ini bisa jadi bargaining yang menarik bagi perusahaan-perusahaan,'' ucapnya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler