REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pemerintah provinsi Sumatera Utara akan memberhentikan sementara pemberian izin pembuatan Keramba Jaring Apung (KJA) di perairan Danau Toba. Banyaknya KJA yang ada saat ini, membuat kondisi di perairan tersebut semakin tidak kondusif.
Hal tersebut disampaikan Plt Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi usai Rapat Koordinasi Pencemaran Lingkungan Air Danau Toba di Medan, Selasa (10/5). Erry mengatakan, berdasarkan hasil kajian dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Utara, KJA di Danau Toba sudah terlalu banyak.
"Perlu ada moratorium karena menurut BLH, KJA di sana sudah jenuh, kebanyakan dan penuh. Kematian ikan di Haranggaol beberapa waktu lalu yang begitu banyak jadi pelajaran berharga," kata Erry.
Menurut Erry, harus ada aturan yang jelas mengenai daya dukung dan daya tampung KJA. Jika memang KJA tetap dipertahankan ada di perairan Danau Toba, Erry menyebut, harus ada Standard Operational Procedure (SOP) yang dilakukan.
Masyarakat Sekitar Danau Toba Perlu Pembangunan Terpadu
"Misalnya, harus jelas kapan tabur benih ikan, kapan panen. Kemarin itu kan karena mau puasa, nanti harga naik sehingga ditahan ikannya dan menyebabkan turun kemampuan kapasitasnya," ujarnya.
Selain itu, Erry mengatakan, pihaknya juga akan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai zonasi. Aturan ini untuk memperjelas pembagian tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan Danau Toba, mulai dari pemerintah tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga pusat.
Menurut Erry, berbicara mengenai pembersihan Danau Toba, tentu membutuhkan dana yang besar. "Provinsi dengan anggaran terbatas juga punya keterbatasan. Makanya kita lihat kabupaten/kota tanggung jawab yang mana," ujarnya.
"Izin kan tak semua dari provinsi tapi kabupaten/kota juga, bahkan banyak yang tak berizin. Aturannya harus diperketat, punishment-nya," kata Erry lagi.
Ia pun menyambut baik rencana Pemkab Simalungun untuk menutup semua KJA di perairan Danau Toba yang masuk wilayah Simalungun. Hal ini menyusul matinya 1.800 ton ikan di Haranggaol pekan lalu.