REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mengatakan visi Indonesia sebagai poros dunia tidak terlepas dari basis maritim. Tentunya visi Indonesia ini berhubungan dengan misi negara China untuk membuat jalur sutra.
Hal itu tertuang dalam peluncuran Silk Road Community Building Initiative in Indonesia & Indonesia-China NGOs Dialogue. Dalam konteks ini maka perpaduan antara visi dan poros maritim dunia bisa terjalin.
"Oleh karena itu banyak hal yang bisa kita kerjasamakan baik dengan Cina dan internasional. Tentu dengan landasan atas dasar saling percaya satu sama lain. Serta menghormati kedulatan dan keutuhan negara masing-masing,” ucap Nono di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (21/6).
Menurut Nono, Indonesia saat ini sedang dalam transisi besar bila dilihat dari perdagangan dunia. Lantaran kurang lebih 70 persen negara di Asia Pasifik, sebagian besar melalui transportasi laut atau maritim. “Maka dari itu, Indonesia yang sangat strategis berdasarkan hukum laut harus menjaga keamanan dan stabilitas kedaulatan laut kita,” tuturnya.
Nono menambahkan kerjasama ini juga sangat penting, dimana Indonesia dan Cina sama-sama memiliki kawasan luas. Sehingga Indonesia harus belajar dengan Cina dalam mempertahankan kedaulatannya. “Kita juga harus belajar dengan China dalam mempertahankan kedaulatan lautnya,” ulas senator asal Maluku itu.
Di sisi lain, Nono menjelaskan saat ini kondisi ekonomi Cina lebih baik dari negara-negara di Asia. Fakta-fakta tersebut harusnya menyakinkan bahwa Indonesia perlu pendekatan baru untuk mensejahterahkan rakyat dan menentaskan kemiskinan. “Itulah sebabnya ikatan bilateral kedua negara tidak harus goverment to goverment. Model hubungan bilateral kedua negara perlu juga people to people agar kedua negara bisa lebih dalam ikatan emosinalnya,” kata Nono.
Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono. (Humas DPD)
Selain itu, potensi kerja sama Indonesia dan Tiongkok melalui pendekatan people to people bisa menjadi trigger. Seperti strategi untuk menggurangi kemiskinan di China dalam menciptakan lapangan kerja yang masif dan berkelanjutan. “Tiongkok membangun pembangunan dimulai dari desa pada sektor pertanian dan pengembangan UMKM-nya,” ujar Nono.
Nono menilai bahwa Indonesia juga perlu merubah persepsi pengembangan UMKM agar tidak kalah saing dengan Tiongkok. Bahkan UMKM di Tiongkok bisa menciptakan onderdil pesawat terbang dan mobil. “Di Indonesia hanya baru di bidang garmen atau cemilan dan lainnya. Tentu saja kita kalah saing dengan Tiongkok. Maka harus ada kemaum dari segenap kompenen bangsa untuk mengubah persepsi ini, Indonesia pasti bisa ,” tuturnya.