RUU Terorisme Perlu Redefinisi Istilah

Jumat , 04 Mar 2016, 16:34 WIB
Pelatihan penanggulangan terorisme
Foto: Pandega/Republika
Pelatihan penanggulangan terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang perubahan atas UU Nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme akan segera dibahas DPR dan Pemerintah.

Presiden sudah mengirim Surat Presiden (Surpres) ke DPR yang ditindaklanjuti dengan penunjukan panitia khusus (pansus) untuk membahas ini dengan pemerintah.

Anggota Komisi III dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil mengatakan aturan hukum yang ada saat ini memang belum memadai untuk mengantisipasi perkembangan masuknya terorisme dari negara lain.

Padahal, hal ini perlu dilakukan diantisipasi agar terorisme yang berasal dari luar negeri tidak dapat masuk ke Indonesia. Selain mencegah masuknya paham terorisme dari negara lain, UU seharusnya juga mengatur agar warga negara Indonesia tidak dapat ikut bergabung dengan kelompok teroris dari luar negeri.

Namun, dalam draf RUU Terorisme yang sudah disampaikan ke DPR oleh pemerintah dinilai masih sangat elastis serta tidak jelas batasan-batasannya. Termasuk soal definisi terorisme dan teroris itu sendiri.

"Perlu redefinisi istilah terorisme, karena istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan sering digunakan untuk mempolarisasi efek," tutur Nasir Djamil dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (4/3).

Nasir juga menyebut, dalam draf RUU Terorisme yang sudah diberikan pemerintah belum secara komprehensif mengatur ketentuan delik tindak pidana, misalnya delik percobaan tindak terorisme.

Pansus UU Terorisme akan membahas persoalan ini sesegera mungkin. Sebab, RUU ini sudah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2016. Artinya, RUU ini menjadi prioritas untuk dibahas oleh pansus dengan pemerintah tahun ini. Keberadaan UU terorisme diharapkan mampu menjadi penyelesaian persoalan terorisme di Indonesia.

Namun, imbuh Nasir Djamil, pansus UU Terorisme harus jeli dalam membahas UU terorisme. Masih banyak yang harus disesuaikan agar UU ini komprehensif dengan situasi saat ini.

"Untuk itu, segera perlu langkah harmonisasi yang komprehensif dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam rangka revisi UU Nomor 15 tahun 2003," tegas dia.