REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Masalah keluarga, pekerjaan, dan masa depan menjadi pertimbangan dominan oleh para mualaf. Kepala Bagian Pembinaan Mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Anwar Sujana mengatakan para mualaf lebih dominan mempertimbangkan bagaimana dengan keluarga, pekerjaan dan masa depan mereka. “Tiga masalah tersebut umumnya banyak dialami saudara-saudara kita,” papar Anwar saat dihubungi republika.co.id, Senin pagi (9/5).
Dijelaskan Anwar, para mualaf ini ketika menemui ketiga masalah tersebut tampak sangat kesulitan. Secara komitmen, keimanan mereka tidak bisa diragukan lagi, Namun saat berbicara soal pekerjaan dan keluarga, mereka merasakan sisi dilema. Sebagai contoh saja, kata Anwar, seorang Muslim diharuskan untuk berahlak baik seperti menghormati orang tua dan sebagainya namun disaat bersamaan dia harus berhadapan dengan orang tua yang tidak seiman dan tidak setuju anaknya memeluk Islam. “Situasi itu yang sulit dan sering dipertanyakan oleh para mualaf,” kata Anwar.
Dewan Pengurus MASK, Fathurin Zein mengatakan situasi itu pasti dialami oleh mualaf atau seseorang yang berpindah agama dan boleh dibilang situasi macam itu sudah menjadi budaya. Meski demikian ada semacam solusi untuk mengatasi situasi tersebut. Pertama, memeluk suatu agama merupakan hak asasi. Artinya, kata Zein, memeluk agama itu merupakan hak yang tidak bisa diganggu gugat bahkan oleh orang tua.
Karena itu, seandainya ada semacam penolakan makan individu yang bersangkutan wajib membela keyakinannya. “Memeluk agama merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan hidayah dari Allah SWT yang tidak bisa diganggu gugat, Ketika dua hal itu diusik, maka haruslah dibela,” kata dia.
Kedua, Zein melanjutkan, pembelaan yang dimaksud haruslah menggunakan cara-cara yang halus dan mencerminkan nilai-nilai Islam yang damai.Menurut dia, pembelaan itu juga jangan bersifat frontal sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW ketika mengalami penolakan oleh penduduk Makkah. Zein menyatakan, pembelaan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW atas keimanannya haruslah banyak dicontoh para mualaf.
“Islam tidak pernah mengajarkan prilaku tidak sopan sekalipun diperlakukan tidak baik. Nabi SAW pun mengalami hal demikian. Namun, yang perlu dicatat, Nabi SAW tidak pernah melecehkan paman-pamannya yang enggan seiman dengannya,” pungkasnya.