REPUBLIKA.CO.ID, Bagi anda yang kerap menggunakan obat penghilang rasa sakit, sebaiknya berhati-hati. Obat analgesik itu ternyata dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke ketika diasup dalam dosis besar atau dikonsumsi dalam jangka panjang, demikian menurut riset terbaru.
Pakar menganalisa lebih dari 30 uji klinis terhadap lebih dari 116 pasien untuk memeriksa efek obat penghilang rasa sakit terhadap kesehatan masyarakat.
Kecemasan itu erkait dengan obat anti-peradangan non steroid maupun anti-peradangan erbaru dikenal sebaga penghambat Cox-2. Dokter secara berkala meresepkan obat jenis itu sebagai perawatan kondisi nyeri, termasuk kepada pasien yang mengalami nyeri sendi akibat osteoarthritis.
Pada resep, obat diberikan dalam dosis lebih besar ketimbang obat-obat yang mudah dibeli di apotik, yang biasa digunakan untuk sakit kepala, demam dan nyeri.
Studi yang telah diterbitkan di British Medical Journal, menemukan bahwa obat jenis lumiracoxib dapat meningkatkan risiko sakit jantung, sementar ibuporofen terkait dengan risiko tertinggi pada stroke.
Lalu tipe diclofenac hampir meningkatkan risiko hingga tiga kali lipat. Sementara gabungan antara etoricoxib dan diclofenac diidentikkan dengan peningkatan risiko kematian akibat gangguan jantung, hingga empat kali lipat.
Para peneliti dari Universitas Bern, di Switzerland mengatakan, meski masih ada unsur ketidakpastian, namun hanya ada sedikit bukti yang menyatakan bahwa obat-obat yang diperiksa itu aman dalam soal pemicu gangguan jantung.
Dalam editorial jurnal tersebut, guru besar dari departemen pengobatan pencegahan di Nashville, Wyne Ray, mengatakan Naproxen terlihat yang paling kecil memicu risiko. "Risiko gangguan jantung perlu diperhatikan seksama ketika dokter meresepkan obat anti-peradangan non-steroid," ujarnya
Secara keseluruhan jumlah serangan jantung dan stroke yang dilaporkan termasuk rendah bila dibanding jumlah pasien. Dalam 29 uji klini, total terdapat 554 serangan jantung, sementara dalam 26 uji klinis terdapat 377 kasus stroke. Lalu dalam 28 uji klini hanya ada 676 kasus kematian.