REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK-- Kampanye bahaya rokok yang terus digembar-gemborkan dipandang tak lagi efektif. Imbauan dengan cara menakut-nakuti itu justru akan memancing rasa penasaran sebahagian orang untuk mencobanya.
Menurut ketua umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kampanye yang baik bukanlah bersifat menakut-nakuti. Ia lebih setuju dengan kampanye untuk membangun kesadaran.
"Pelarangan rokok tidak perlu menakut-nakuti, yang terpenting membangun kesadaran," jelasnya dalam acara seminar sehari peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-49 di Balaikota Depok, Kamis (14/11).
Sebenarnya banyak mereka yang terjebak kecanduang rokok sudah menyadari akan bahaya rokok dan ingin berhenti. Namun, mereka tidak bisa keluar dari jeratan kecanduan tersebut. Menurut Arist, daripada terus menakut-nakuti masyarakat akan bahaya rokok, lebih baik memberikan solusi bagaimana cara untuk bisa berhenti merokok.
"Sebenarnya bisa dirangksang dengan menekan titik-titik sensitif di wajah, seperti di sekitar mata. Biarkan saja suami anda tetap merokok. Anda sebagai istri coba saja tekan-tekan daerah sekitar matanya," papar Arist sembari mencontohkan.
Teknik ini pernah diperkenalkan Sekdako Payakumbuh Sumatera Barat, Benny Warlis MM beberapa tahun lalu. Ia menamainya dengan Sefter (Spiritual Emotional Freedom Technique). Teknik ini hanya butuh waktu antara 3 sampai 10 menit untuk melepaskan perokok dari kecanduannya.
“Saya jamin, setelah terapi, rokok tidak akan enak lagi bagi para pecandu rokok,” jelas Benny secara terpisah.
Benny mengatakan, dalam kurun sebulan terakhir saja ia berhasil menterapi lebih dari 40 orang perokok berat. Kebanyakan mereka merupakan Pegawai Dinas di Dinas Kota Payakumbuh. "Intinya komitmen si sakit dengan kebesaran Allah SWT. Makanya, selama terapi diperlukan, yakin, khusuk, ikhlas, pasrah dan syukur," paparnya.
Metode yang diterapkan cukup sederhana. Sebelum melakukan terapi, perokok dipersilahkan menghisap rokoknya dan merasakan nikmatnya rokok. Setelah itu, perokok akan ditotok dengan lembut beberapa titik yang merupakan area sensitif di struktur syarafnya. Area tersebut seperti sekitar mata, pelipis wajah, ulu hati, dan tangan.
Setelah ditotok diarea tersebut, perokok dipersilahkan kembali mengisap rokoknya. Dari hasil terapi yang dilakukan Benny, kebanyakan merokok menyatakan tidak lagi merasakan enaknya rokok. Selanjutnya, mereka yang diterapi pun menyatakan berhenti 100 persen sebagai perokok.
Himbauan-himbauan saja tidak cukup untuk mengeluarkan masyarakat dari jeratan kecanduan rokok. "Di Sukabumi pernah saya lihat spanduk kawasan bebas rokok. Tapi dibawah spanduk itu satu mobil merokok semua," jelas Arist.
Menurutnya, memberikan kesadaran kepada masyarakat dan memandu mereka untuk berhenti merokoklah yang terpenting. Jika belum bisa menyadarkan perokok untuk berhenti, sekurang-kurangnya menyadarkan mereka akan bahaya rokok bagi orang-orang sekitarnya.
"Saat ini, ada 120 juta balita terkepung asap rokok di keluarganya," jelas Arist. Perokok tidak hanya menghancurkan dirinya sendiri, tapi juga keluarga dan orang-orang yang mereka cintai.