REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Seksi Standarisasi Subdit Aids dan PMS (Penyakit Menular Seksual) Kementerian Kesehatan, Dr Endang Budi Hartuti menerangkan, pencegahan HIV/AIDS pada anak sedapat mungkin dilakukan dari hulu, yaitu sang ibu.
Program pecegahan HIV dari ibu ke anak dimulai dari mencegah HIV pada usia subur wanita. Kemudian, jika perempuan tersebut tertular HIV, pencegahan dilakukan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan. Jika hamil, dilakukan langkah agar HIV tersebut tidak tertular pada bayinya.
Sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO), risiko penularan dapat dikurangi jika sang ibu diberikan terapi obat ARV paling lambat semester kedua dari masa kehamilan. Akan tetapi, ibu sebaiknya segera menggunakan ARV sejak didiagnosis mengidap HIV.
Meskipun ibu pengidap HIV tersebut memiliki CD4 di atas 350, sebaiknya tetap menggunakan obat terapi ARV. CD4 adalah salah satu komponen pada sel darah putih yang diserang oleh virus HIV. Pada orang normal, umumnya memiliki CD4 sekitar 1000-1200.
Jika selama hamil si ibu tidak menggunakan ARV, langkah yang lebih aman pada proses persalinan dilakukan dengan cara caesar. Agar kemungkinan penularan pada bayi saat melahirkan dapat berkurang.
Namun jika selama hamil sudah menggunakan ARV, ibu dapat melahirkan secara normal. Jika mengkonsumsi ARV secara patuh, kemungkinan risiko menular pada bayi akan menurun. Karena itu, ibu yang merencanakan kehamilan sebaiknya melakukan test conselling sebelum hamil.