REPUBLIKA.CO.ID, Merebaknya virus zika yang diduga menimbulkan komplikasi neurologis mendorong World Health Organization (WHO) menyatakan kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (KKM-MD). Sayangnya, status KKM-MD ini tak jarang disalahartikan sebagai KKM-MD karena virus zika.
"Ada teman-teman yang menganggap kedaruratan ini karena virus zika. Padahal, kalau lihat gejalanya, tidak demikian," ungkap National Professional Officer Disease Surveillance Epidemiology WHO-Country Office Indonesia, Marlinggom Silitonga, di RS Penyakit Infeksi Prof dr Sulianti Saroso, Jumat (12/1).
Marlinggom meluruskan status KKM-MD yang dikeluarkan oleh WHO bukan ditujukan terhadap virus zika, melainkan terhadap komplikasi neurologis yang meningkat yang mungkin disebabkan oleh virus zika, yaitu mikrosefalia dan Guillain-Barré syndrome (GBS). Marlinggom mengatakan, komplikasi neurologis tersebut dikategorikan sebagai darurat karena cukup besarnya jumlah kasus yang terjadi.
Marlinggom menjelaskan, kasus bayi lahir dengan mikrosefalia atau kondisi otak yang mengecil terjadi setiap tahun. Di Brasil, misalnya, kasus mikrosefalia rata-rata terjadi sebanyak 163 kasus per tahun. Meski belum terbukti adanya hubungan virus zika dengan mikrosefalia, jumlah bayi yang lahir dengan mikrosefalia atau cacat kongenital di Brasil meningkat sejak merebaknya virus ini. Kementerian Kesehatan Brasil mencatat kasus mikrosefalia dan cacat kongenital yang terjadi sejak Oktober 2015 hingga 30 Januari 2016 ada sebanyak 4.783 di mana 76 di antaranya berujung kematian.
(baca: Wanita Hamil, Ketahui Ini Soal Virus Zika)
Marlinggom mengatakan, melesatnya kasus bayi lahir dengan mikrosefalia atau komplikasi neurologis menjadi keadaan darurat karena dampak jangka panjang yang ditimbulkan. Bayi dengan gangguan neurologis, lanjut Marlingom, memiliki risiko mengalami kematian yang kecil sehingga akan tumbuh besar dan membutuhkan perawatan yang tidak murah.
"Kenapa jadi darurat? Karena, besarnya beban ekonomi yang ditimbulkan. Seumur hidup jadi beban ekonomi keluarga, bahkan ke negara," ujar Marlinggom menjelaskan.
Terkait infeksi virus zika, Marlinggom mengatakan, gejala yang ditimbulkan justru cenderung ringan. Infeksi virus zika memiliki gejala yang mirip dengan gejala demam berdarah dengue (DBD). Penderita yang terinfeksi virus zika, lanjut Marlinggom, biasanya akan sembuh dalam waktu dua sampai tujuh hari setelah tergigit nyamuk dan tertular virus zika.
"Jadi, kalau virusnya sendiri ringan, apalagi pada pria. Gejalanya juga ringan. Kedaruratan ini bukan pada virus, tetapi pada komplikasi (yang diduga disebabkan oleh virus zika)," kata Marlinggom menerangkan.