REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasien penderita diabetes diperkirakan akan meningkat dari 415 juta orang dewasa saat ini menjadi 642 juta orang dewasa pada 2040 mendatang. Angka ini meningkat sekitar 35 persen menurut International Diabetes Federation (IDF).
Pasien diabetes tipe-2 berisiko dua hingga tiga kali lebih besar terkena gagal jantung dan berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung atau stroke. Sekitar 50 persen dari angka kematian pada pasien diabetes tipe-2 disebabkan komplikasi penyakit kardiovaskular.
"Pada 2015, ada 10 juta penderita diabetes di Indonesia. Angka tersebut diperkirakan menjadi 16,2 juta orang pada 2040," kata spesialis penyakit dalam dan konsultan kardiovaskular, Profesor Idrus Alwi, Senin (1/5). Angka ini, kata Idrus, sangat menakutkan dalam hal kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil studi ini bisa menjadi pertimbangan untuk perawatan bagi pasien diabetes tipe-2 dengan pengobatan kelas terapi terbaru dari obat diabetes, penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor).
AstraZeneca, perusahaan biofarmasi global yang berfokus pada penemuan baru, pengembangan, dan komersialisasi obat-obatan resep di lebih dari 100 negara di dunia mengumumkan hasil studi skala besar pertama yang mengevaluasi tingkat rawat inap karena gagal jantung dan kematian oleh berbagai penyebab pada pasien diabetes tipe-2. Pasien-pasien ini menerima perawatan dengan kelas terapi baru dari obat diabetes yang disebut penghambat SGLT-2.
Lebih dari 300 ribu pasien di enam negara menjadi partisipan studi ini. Sebanyak 87 persen di antaranya tidak memiliki riwayat komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD). Penderita diabetes tipe-2 yang menerima pengobatan penghambat SGLT-2 dapat menurunkan tingkat rawat inap hingga 39 persen dan angka kematian karena berbagai penyebab hingga 51 persen dibandingkan pemberian obat-obatan diabates tipe-2 lainnya.
Hasil gabungan dari rawat inap karena gagal jantung dan kematian karena berbagai penyebab tercatat juga menurun hingga 46 persen. Analisis tingkat rawat inap karena gagal jantung menggunakan data pasien yang dirahasiakan berasal dari Denmark, Jerman, Swedia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
"Studi ini membuktikan bahwa pemberian obat kelas terapi terbaru penghambat SGLT2 dapat menurunkan angka rawat di rumah sakit akibat gagal jantung dan kematian akibat berbagai sebab hingga separuhnya," kata Head of Medical Department AstraZeneca Indonesia, Andi Marsali.
Pasien dari enam negara yang dianalisis sebanyak 41,8 persen menerima obat dapagliflozin, 52,7 persen menerima obat canagliflozin, dan 5,5 persen menerima obat empagliflozin. Dapagliflozin saat ini merupakan satu-satunya penghambat SGLT2 yang telah dipasarkan di Indonesia.
Analisis pada angka kematian oleh berbagai penyebab, kata Andi menunjukkan bahwa 51 persen mendapat obat Forxiga (dapagliflozin), 42,3 persen mendapat canagliflozin dan 6,7 persen mendapat empagliflozin. Analisa masih terus dikembangkan dan analisa berikutnya akan diterapkan dengan menggunakan set data yang telah ada sekaligus data dari negara-negara tambahan.
Seluruh data dari studi ini didapatkan dari sumber-sumber yang dijamin kerahasiannya. Data tersebut meliputi catatan medis, database klaim, dan registrasi nasional. Diabetes kini menjadi epidemik yang terus meluas di dunia dan berkontribusi pada tingkat rawat inap yang sangat mahal bahkan kematian.