REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak ditemukannya jarum suntik sekitar tahun 1850-an, pemberian obat melalui suntikan menjadi bagian utama tindakan medis untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan baik yang bersifat akut maupun kronik. Dokter maupun petugas kesehatan di seluruh dunia hampir pasti telah menggunakan alat ini.
Meski manfaat jarum suntik cukup banyak, ada kalanya pasien memiliki ketakutan akan jarum suntik yang terbuat dari logam dengan lubang di tengahnya dan tajam di ujung tersebut. "Bayangan akan rasa nyeri atau fobia ketika jarum menembus kulit, menjadi salah satu keluhan utama," jelas psikolog anak, Firesta Farizal, M.Psi dalam acara konferensi media dengan tema Revolusi Sirkumsisi Tanpa Jarum Suntik, yang diselengarakan, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Anak takut akan jarum suntik salah satunya saat imunisasi. Pertemuan dengan jarum suntik buat dia merasakan sakit dan ia menangis bahkan berteriak. Memori tersebut tersimpan di otak anak. Tak heran bila anak yang sudah disuntik imunisasi tidak mau dibawa lagi ke dokter karena sakit. Siklusnya seperti itu terus.
Pada kelompok individu yang demikian, tentunya kepatuhan seseorang untuk menerima pengobatan yang memang harus diberikan melalui media jarum suntik menjadi menurun. Di sisi lain, biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan jarum suntik sekali pakai juga cukup besar.
Lebih lanjut The American Psychiatric Association mengatakan fobia jarum suntik mempengaruhi sekitar 10 persen populasi orang di dunia. Besarnya populasi ini menjadikan beberapa perusahaan alat kesehatan berlomba-Iomba melakukan inovasi mulai dari memperkecil ukuran jarum suntik untuk menggurangi nyeri, hingga teknologi terkini suntikan tanpa jarum.