REPUBLIKA.CO.ID, PENNSYLVANIA -- Terlalu sering terpapar pengalaman media sosial yang negatif, bisa berimbas kepada kesehatan mental seseorang. Hal itu berdasarkan sebuah studi terbaru yang dilakukan di University of Pittsburgh, Pennsylvania.
Dilansir dari Reuters, para peneliti menemukan, 10 persen peningkatan pengalaman negatif seorang siswa di media sosial, terkait dengan peningkatan 20 persen potensi gejala depresi.
Sementara, sebaliknya, dampak pengalaman positif di media sosial tidak secara signifikan menurunkan gejala depresi. Para peneliti menemukan, setiap 10 persen peningkatan interaksi media sosial yang positif, hanya mampi berkontribusi empat persen dalam penurunan gejala depresi .
“Ini tidak konsisten dengan cara kita melihat hal-hal di dunia offline atau dunia nyata. Hal-hal negatif yang kita temui di dunia terhitung lebih dari yang positif, ” kata pemimpin studi yang juga direktur Pusat Penelitian tentang Media, Teknologi dan Kesehatan di University of Pittsburgh di Pennsylvania, Brian A Primack.
Dia melanjutkan, “Jika seseorang memiliki empat kelas berbeda di perguruan tinggi, kelas keempat yang dilakukan dengan buruk mungkin mengambil semua energi mental seseorang itu,” ujarnya.
Sementara, dalam jurnal Depression and Anxiety, Primack dan rekannya mensurvei sebanyak 1.179 mahasiswa sarjana dan pascasarjanadi University of West Virginia pada Agustus 2016. Mereka yang berusia 18 hingga 30 tahun diminta untuk memperkirakan berapa persentase interaksi media sosial mereka yang positif atau negatif.
Para peneliti juga menilai gejala depresi siswa menggunakan kuesioner standar empat-item yang disebut Skala Pengukuran Informasi Pengukuran Sistem yang Ditangguhkan Pasien (PROMIS). Para peserta ditanya seberapa sering dalam tujuh hari terakhir mereka merasa putus asa, tidak berharga, tidak berdaya atau tertekan.
Di antara keterbatasan penelitian oleh tim Primack adalah bahwa subjek yang memiliki 62 persen perempuan itu tidak mewakili sebagian besar masyarakat. Sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih beragam.
Selain itu, para penulis mengakui, para peserta mungkin kurang melaporkan depresi mereka. Selanjutnya, para peneliti tidak memiliki informasi yang cukup untuk menguraikan sebab dan akibat.
Sementara, menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Pew Research Center, remaja memiliki pandangan yang beragam tentang dampak media sosial pada orang-orang seusia mereka. Sebanyak 31 persen remaja mengatakan dampak media sosial sebagian besar berdampak positif.
Sebanyak 24 persen menggambarkan media sosial memiliki dampak sebagian besar negatif. Dan sebanyak 45 persen merasa media sosial tidak memiliki efek positif maupun negatif.
Direktur asosiasi penelitian perihal internet dan teknologi di Pew Research Center di Washington, Aaron Smith, dan rekan penulis studi tersebut, mengatakan remaja yang melaporkan dampak negatif dari media sosial terganggu oleh bullying dan rumor.
Dan, seorang penasihat senior untuk layanan kesehatan mental, epidemiologi dan ekonomi di Institut Kesehatan Mental Nasional, Michael Schoenbaum, mengatakan ia sendiri menemukan studi baru yang mendapati peran media sosial yang bisa membuat seseorang merasa frustrasi.
“Satu kesalahan kognitif di media sosial adalah membayangkan jika Anda mematikan kehidupan sosial Anda. Sebagai peneliti, tetapi juga sebagai orang tua, saya pasti berpikir mematikan media sosial perlu menjadi pilihan,” ungkapnya.