REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kanker nasofaring tengah menjadi pembicaraan di Indonesia. Sebab, pendakwah Ustaz Arifin Ilham dirawat akibat kanker nasofaring stadium IVA.
Anggota Tim Kerja Kanker Nasofaring di RS Dharmais dr. Asrul Harsal mengamini, memang tanda-tanda kanker nasofaring jarang terdeteksi sejak awal. Sebab, kanker tidak menimbulkan nyeri pada tubuh. Biasanya, pasien menyadari setelah mengidap tanda-tanda tertentu dalam jangka waktu lama, seperti, ada benjolan selama setahun, flu selama enam bulan, kerap mengeluh sakit kepala, dan mimisan.
Dilansir di laman Cancer.gov milik National Cancer Institute di Amerika Serikat, tanda-tanda yang muncul karena kanker nasofaring, seperti, benjolan di hidung atau leher, sakit tenggorokan, kesulitan bernafas atau berbicara, mimisan, masalah pendengaran, nyeri atau dering di telinga, dan sakit kepala.
“Edukasi penting. Nasofaring di kita cukup tinggi. Karena tiga terbesar di laki-laki, setelah paru-paru dan usus besar,” kata dr Asrul.
Sementara setelah general, nasofaring masuk lima besar kanker di Indonesia, yakni payudara, serviks, paru-paru, usus besar, dan nasofaring. Kanker nasofaring lebih banyak diderita pria daripada wanita, perbandingannya 2:1 pada usia produktif 20-60 tahun.
Dokter penyakit dalam spesialis onkologi (kanker) di RS Pertamina dan RS Dharmais itu menjelaskan penyebab utama kanker nasofaring karena rokok, karsinogenik, makanan yang diasinkan, dan etnis. Dia menyebutkan etnis Cina terbanyak di dunia yang mengidap nasofaring atau kisaran 25 hingga 50 per 100 ribu penduduk. Sementara di Indonesia, kisaran empat hingga sembilan per 100 ribu penduduk.
Asrul mengatakan, pengobatan yang dilakukan dengan baik pada pasien stadium di bawah IVC memiliki persentase 55 hingga 85 persen sembuh. Ditanya apakah kanker tersebut mematikan, dr. Asrul hanya tersenyum dan mengatakan nasofaring memiliki tingkat kekambuhan tinggi.
Dia mengatakan persentase tingkat kekambuhan di atas 50 persen dalam jangka waktu dua tahun, usai dokter menyatakan sel jahat tersebut bersih dari tubuh pasien. Karena itu, dia menekankan pentingnya menjaga pola hidup bagi pasien kanker karsinogenik.
“Daya tahan seseorang berbeda-beda, tapi secara teori itu pola hidup, menghindari karsinogen, istirahat cukup. Karena ada faktor internal yang tak bisa disamakan,” ujar dr. Asrul.