Selasa 19 Mar 2019 17:53 WIB

Jalan Cepat Kurangi Risiko Kematian Akibat Serangan Jantung

Minimal lakukan jalan cepat sejam sekali setiap pekan.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Indira Rezkisari
Jalan Cepat. Dua setengah hingga lima jam per pekan dari aktivitas jalan cepat kurangi risiko penyakit.
Foto: Pixabay
Jalan Cepat. Dua setengah hingga lima jam per pekan dari aktivitas jalan cepat kurangi risiko penyakit.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Jika Anda memiliki kebiasaan jalan cepat yang dilakukan sepekan sekali atau dua kali, maka Anda perlu meneruskan kebiasaan tersebut. Sebuah studi menemukan, kegiatan itu cukup mampu mengurangi risiko kematian akibat serangan jantung, strok, atau kanker.

Dilansir di Malay Mail, Selasa (19/3), studi statistik yang dirilis hari ini, itu mempelajari sebanyak 90 ribu orang. Studi itu menyebut, orang-orang yang berjalan atau berkebun selama 10 menit hingga satu jam setiap pekan, memiliki risiko kematian 18 persen lebih rendah dari penyebab apa pun dibandingkan dengan bermalas-malasan di rumah.

Baca Juga

Para peneliti melaporkan dalam British Journal of Sports Medicine, dua setengah hingga lima jam per pekan dari aktivitas fisik yang masuk kategori sedang seperti itu, ketika dibagi menjadi segmen tidak kurang dari 10 menit, maka akan menghasilkan pengurangan risiko sebanyak 31 persen.

Dan mereka yang mencatat, setidaknya bagi yang melakukan 25 jam dalam sepekan, bisa mengurangi risiko penyakit itu. Namun, penulis mengakui, tidak semua orang memiliki banyak waktu untuk dihabiskan pada latihan waktu luang.

“Kegiatan yang memompa jantung dan mempercepat denyut jantung seperti bersepeda, lari, dan olahraga kompetitif, lebih hemat waktu daripada aktivitas intensitas sedang," kata para penulis.

Para peneliti itu dipimpin oleh Bo Xi, seorang profesor di Departemen Epidemiologi di Universitas Shandong di Cina utara. Mereka menyaring data yang dikumpulkan setiap tahun pada 88.140 orang di Amerika Serikat antara 1997 dan 2008.

Saringan data itu untuk Survei Wawancara Kesehatan Nasional. Kemudian, data itu dicocokkan dengan kematian yang terdaftar sampai tahun 2011.

Para penulis mengingatkan bahwa penelitian ini adalah observasional, yang berarti bahwa tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik tentang sebab dan akibat. Fakta bahwa data latihan dilaporkan sendiri juga merupakan kelemahan potensial. Tetapi sejumlah besar orang yang merupakan peserta penelitian ini menempuh jalan panjang untuk mengimbangi keterbatasan metodologis ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement