REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli pangan dan Ketua Pusat Pangan SEAFAST IPB, Purwiyatno Hariyadi, mengatakan keamanan pangan adalah hal krusial namun masih kerap diabaikan. Pangan yang dianggap sehat jika tidak aman menjadi tidak berarti.
Makanan yang terdapat kontaminan makanan tidak dapat dimanfaatkan tubuh karena bisa menimbulkan penyakit. Pangan yang terkontaminasi bisa menyebabkan penyakit karena mengandung kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau zat kimia berbahaya.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut satu dari 10 orang di dunia sakit setelah menyantap makanan yang terkontaminasi. Dari jumlah itu sekitar 420 ribu orang meninggal setiap tahunnya. Jadi, keamanan pangan memang tak bisa diabaikan.
Ada lima kunci keamanan pangan versi WHO. Pertama adalah menjaga kebersihan (mencuci tangan sebelum makan atau memegang makanan). Kedua, pisahkan makanan matang dan mentah agar tak terjadi kontaminasi silang. Selanjutnya masaklah dengan benar, jaga pangan pada suhu yang benar, dan gunakan air dan bahan baku yang aman.
“Bahan pangan tidak bisa disebut sebagai makanan jika mengabaikan aspek keamanan. Karena itu, pengawasan keamanan pangan harus dimulai bukan sejak pangan diolah, namun sejak diproduksi,” kata Purwiyatno.
Penyakit bawaan makanan (foodborne disease) dapat memengaruhi individu dari segala usia. Akan tetapi yang paling rentan adalah anak-anak di bawah usia lima tahun dan orang yang tinggal di wilayah berpenghasilan rendah.
Edukasi keamanan pangan bagi konsumen dinilai efektif untuk mengurangi penyakit bawaan makanan. Sedangkan meningkatkan praktik kebersihan di sektor pangan dan pertanian bisa membantu mengurangi muncul dan menyebarnya resistensi antimikroba di sepanjang rantai makanan dan di lingkungan.
Roy Sparringa MAppSc dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan keamanan pangan bukan semata tanggung jawab pemerintah. Namun masyarakat, dalam hal ini komunitas, bisa terlibat secara aktif.
“Penting bagi komunitas untuk turut berpartisipasi dalam keamanan pangan secara mandiri, karena pihak terkait misalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak bisa bekerja sendiri. Jadi komunitas harus terlibat,” kata Roy.
Peran aktif komunitas antara lain terkait pengawasan tentang keamanan pangan bisa mulai dilakukan di pasar, sebagai tempat orang membeli bahan pangan. “Dari sini keamanan pangan mulai bisa diawasi dengan melibatkan komunitas yang ada di pasar,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.
Menurut Roy, pedagang, pembeli atau distributor makanan wajib memperhatikan keamanan pangan. Kolaborasi dengan pemerintah daerah (dinas kesehatan dinas pasar) penting agar kasus keamanan pangan tidak menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari.