Rabu 21 Aug 2019 08:05 WIB

Pemilik Kaki Datar Cukup Banyak di Indonesia

Pemilik kaki datar sering menganggap tidak begitu penting kondisinya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Sebuah penelitian memperlihatkan banyak orang tidak menyadari memiliki kondisi kaki datar.
Foto: Pixabay/StockSnap
Sebuah penelitian memperlihatkan banyak orang tidak menyadari memiliki kondisi kaki datar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi yang dilakukan Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. KFR menunjukan pemilik kaki datar di Indonesia cukup banyak. Tapi tidak semua orang menyadari memiliki kelainan tersebut.

"Kaki jangan anggap sepele karena kita melakukan kegiatan macam-macam dan bisa buat sakit juga," ujar Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi ini dalam acara perilisan sepatu sehat SHR, beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Dalam penelitian yang menjadi  disertasi untuk Program Pendidikan Kedokteran di Universitas Indonesia, menunjukan 20 persen peserta memiliki kondisi kaki datar. Secara teori, kaki manusia terbagi menjadi tiga jenis, kaki datar, kaki sangat lekuk, dan kaki normal.

Lekukan kaki normal orang Indonesia mencapai 2,5 inci, namun, ternyata banyak masyarakat Indonesia berada di bawah ukuran tersebut, bahkan tidak memiliki lekukan sama sekali. Hal ini diperoleh dari studi yang melibatkan sembilan kloter jamaah haji Indonesia dengan satu kloter berisi sekitar 500 orang.

"20 persen jamah haji melalui foot print menderita kaki datar," ujar Direktur Utama PT RS Haji Jakarta ini.

Penelitian yang terbit tahun 2008 ini memperlihatkan kondisi kaki datar yang banyak tidak orang sadari. Hal ini terjadi karena pemilik kaki datar memang sering menganggap tidak begitu penting kondisi tersebut.

Pemilik kaki datar akan lebih mudah lelah dan sakit kaki ketika berjalan jauh. Terlebih lagi dengan pemilihan alas kaki yang tidak sesuai dengan bentuk kaki.

Kaki datar dapat mempengaruhi kemampuan kaki untuk berjalan. Saat melakukan gerakan mengungkit atau toe off, orang tersebut akan menggeser berat badan ke bagian jempol kaki. Kondisi ini membuat kontraksi yang lebih besar pada otot-otot tungkai.

"Ini terjadi karena ada perputaran dari gaya berat, sehingga buat nyeri dan lekas capek. Ini bisa ganggu aktivitas, padahal orang melakukan aktivitas dengan berjalan," ujar Dr Syarief.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement