REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sebuah penelitian di China menemukan bahwa lebih dari 80 persen kasus virus corona jenis baru yang dikonfirmasi tidak parah. Pejabat di Negeri Tirai Bambu juga memiliki keyakinan bahwa sebagian besar dari mereka yang terinfeksi hanya memiliki gejala ringan dan dapat pulih sepenuhnya.
“Banyak orang yang sekarang panik dan beberapa sebenarnya melebih-lebihkan risikonya,” ujar Jin Dongyan, seorang pakar virologi di Universitas Hong Kong, dilansir The New York Times, Jumat (28/2).
Meski demikian, banyak hal tentang virus corona jenis baru yang belum diketahui. Bahayanya dapat meningkat seiring dengan semakin luasnya penyebaran Covid-19. Kini, sudah 60 negara melaporkan kasusnya dengan angka infeksi mencapai 83 ribu kasus dan 2.800 kematian.
Mayoritas kasusnya ringan
Lebih dari 80 persen kasus Covid-19 termasuk ringan, menurut satu penelitian besar di China. Dari 44.762 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di China pada 11 Februari lalu, lebih dari 36 ribu di antaranya atau 81 persen adalah ringan.
Kasus dianggap ringan, jika pasien tidak mengalami pneumonia, didefinisikan sebagai infeksi paru-paru, atau hanya melibatkan penumonia ringan. Ada dua kategori kasus lainnya, yakni parah dan kritis.
Kasus yang parah menampilkan sesak napas, saturasi oksigen darah rendah, atau masalah paru-paru lainnya. Kasus-kasus kritis menunjukkan kegagalan pernapasan, syok septik atau disfungsi sejumlah organ.
Kasus yang ringan mungkin terlihat seperti flu biasa. Alhasil, sulit bagi ilmuwan untuk mendeskripsikannya mengingat mereka yang hanya merasakan gangguan kesehatan ringan tak memeriksakan diri. Para ilmuwan juga mengatakan bahwa orang dapat terinfeksi, namun tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Bagi banyak orang dengan infeksi ringan, virus corona jenis baru ini bisa jadi sulit dibedakan dari flu biasa atau flu musiman. Jin mengatakan, beberapa pasien hanya mengalami sakit tenggorokan yang akan hilang dengan sendirinya dalam satu atau dua hari.
Bahkan, dia ntara pasien yang pergi ke dokter pun, gejalanya bisa sangat ringan, seperti flu biasa. Alhasil, mereka luput dari diagnosis Covid-19.
Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Pusat Pengendalian Penyakit China, beberapa kasus ringan bisa memicu pneumonia. Kelelahan ringan dan demam rendah juga mungkin terasa.
Sebuah penelitian kecil terhadap 99 pasien terinfeksi virus corona pertama kali ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei, China yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet menemukan bahwa sebagian besar pasien hanya mengalami demam atau batuk ketika dirawat di rumah sakit. Beberapa juga mengalami sesak napas atau sakit otot. Studi ini tidak membedakan antara kasus ringan, parah, dan kritis.
Kebanyakan orang dengan infeksi ringan sembuh. Namun, tidak ada keraguan bahwa virus itu bisa berbahaya, terutama untuk kasus-kasus kritis.
Sebanyak 49 persen pasien dilaporkan meninggal. Tetapi kasus-kasus kritis hanya merupakan sebagian kecil dari total kasus dalam penelitian ini.
Tak terdeteksi
Banyak kematian telah terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, China di mana wabah pertama kali dimulai. Tingkat kematian yang tinggi di sana dapat memiliki implikasi berbahaya bagi negara-negara berkembang.
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah berulang kali memperingatkan tentang jumlah kasus yang dapat ditimbulkan oleh virus corona jenis baru ini di tempat-tempat dengan sistem kesehatan yang lemah. Untuk kasus-kasus ringan, virus ini cenderung sembuh sendiri, yang berarti bahwa gejala-gejalanya akan hilang dengan sendirinya, seperti flu dan flu biasa.
Namun, satu yang perlu digarisbawahi adalah kebanyakan kasus ringan dapat membuat masalah baru, yaitu penyebaran yang lebih tidak terkendali. Orang-orang yang terinfeksi, memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, mungkin tak mengetahui mereka telah tertular virus atau mungkin menularkannya sebagai flu musiman.
Orang-orang yang sebenarnya terinfeksi namun hanya memiliki gejala ringan atau tidak sama sekali ini kemudian melanjutkan hari-hari mereka seperti biasa. Bepergian, serta melakukan kontak dekat dengan orang lain dan pada akhirnya menyebarkan virus tanpa ada yang mengetahui.
"Dengan cara ini, virus yang menimbulkan ancaman kesehatan rendah pada tingkat individu dapat menimbulkan risiko tinggi pada tingkat populasi, dengan potensi menyebabkan gangguan sistem kesehatan publik global dan kerugian ekonomi," tulis sekelompok lima ilmuwan dalam New England Journal of Medicine yang dirlis pekan lalu.
Jin mengatakan, secara umum ada dua kemungkinan hasil dari wabah virus corona saat ini. Seperti SARS (sindrom pernapasan akut parah) yang berasal dari keluarga virus corona lainnya menjadi semakin berkurang dan berkurang hingga akhirnya keok ketika telah menyebar di seluruh dunia.
Skenario lain, Covid-19 dapat menjadi ada seterusnya pada manusia, seperti penyakit musiman lainnya, yaitu flu. Dalam situasi itu, orang akan belajar untuk hidup dengannya dan dapat tertular kapan saja. Namun, virus kemungkinan besar akan kehilangan sebagian bahayanya seiring berjalannya waktu.
Bahkan, kasus-kasus ringan dapat memberikan kekebalan dari infeksi di masa depan. Beberapa ahli medis mengatakan bahwa mereka yang telah terinfeksi virus corona tidak akan terinfeksi lagi, karena tubuh mereka akan menghasilkan antibodi yang memberikan kekebalan.
"Selama virus tidak berevolusi, tidak ada kemungkinan terinfeksi lagi," kata Lu Hongzhou, seorang profesor kesehatan masyarakat di Shanghai, pada awal pekan ini, dalam sebuah wawancara dengan Beijing News.
Kekebalan itu mungkin meluas, termasuk pada mereka yang memiliki infeksi ringan atau bahkan tanpa gejala. Respons imun alami tubuh menjadi alasan Pemerintah China meminta pasien yang sudah pulih untuk menyumbangkan plasma darah, dengan harapan antibodi mereka dapat digunakan untuk merawat pasien yang sakit.
Hanya saja, kasus di Jepang, membuyarkan asumsi tersebut. Seorang perempuan pemandu wisata bus telah terkonfirmasikan terjangkit Covid-19 untuk kali kedua. Di China, kasus serupa juga telah ditemukan.
"Ketika Anda pernah terinfeksi, virusnya mungkin akan dorman dan tubuh menunjukkan gejala ringan, tetapi perburukan kondisi bisa saja terjadi andaikan virusnya menyelinap sampai ke paru," kata Prof Philip Tierno dari New York University's school of medicine, seperti dikutip The Guardian.
Tierno menyebut, masih banyak misteri yang belum terungkap. Dia pun tak yakin virus corona tipe baru ini bukan penyakit dengan dua periode, seperti Anthraks. Artinya, Covid-19 bisa saja sirna sebelum kemudian kembali mewabah.