Selasa 16 May 2017 16:00 WIB

Kemenpar Fokuskan Perhatian pada Crisis Center Pariwisata

Menteri Pariwisata Arief Yahya
Foto: Prayogi/Republika
Menteri Pariwisata Arief Yahya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai sebuah industri yang dinamis, banyak hal yang dapat meningkatkan sekaligus mengguncang pariwisata di Tanah Air. Untuk itulah Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) kini memfokuskan perhatian pada crisis center yang mereka bentuk.

Selama ini banyak kejadian atau peristiwa yang terjadi berpotensi "menekan" ekosistem pariwisata di Tanah Air seperti bencana, kecelakaan, wabah, stabilitas politik, dan berbagai hal yang menurunkan kondusifitas berwisata. Padahal tahun 2017, Kemenpar menargetkan 15 juta wisatawan mancanegara mendatangi Indonesia. Target tersebut naik 25 persen dari capaian tahun 2016 sebesar 12 juta wisatawan mancanegara.

"Segala situasi yang bisa menekan kepariwisataan kita, harus diantisipasi dengan cermat," ujar Arief Yahya melalui siaran persnya, Selasa (16/5). 

Sebab industri pariwisata menurut Arief, membutuhkan situasi stabil, aman dan terkendali. Patokannya telah ada di 14 pilar Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI ) yang dibuat World Economic Forum (WEF). Indeks daya saing kepariwisataan itulah yang menurut Arief harus dipantau dengan ketat. 

"Apa saja yang menekan itu, masuk ke tim crisis center," kata Arief yang menetapkan Tim Crisis Center (TCC) itu sebagai program prioritas 10 besar Kemenpar. 

Untuk itu, Biro Hukum dan Komunikasi Publik, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) untuk menyusun pedoman penangan krisis kepariwisataan ini. FGD yang dibuka sekaligus menghadirkan Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara sebagai keynote speech itu berlangsung di Hotel Mellinium Jakarta, Rabu (16/5).

Ukus mengatakan, program pemerintah dalam pembangunan lima tahun ke depan akan fokus pada sektor infrastruktur, maritim, energi, pangan, dan pariwisata. Penetapan kelima sektor ini dengan pertimbangan signifikansi perannya dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang  terhadap pembangunan nasional. 

Dari lima sektor tersebut, kata Ukus, pariwisata ditetapkan sebagai leading sector karena dalam jangka pendek, menengah, dan panjang pertumbuhannya positif. Hal ini terlihat dari peran pariwisata dunia dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global mencapai 9,8 persen dan kontribusi terhadap total ekspor dunia sebesar 7,58 triliun dolar Amerika Serikat. Selain itu foreign exchange earning sektor pariwisata juga tumbuh sebesar 25,1 persen. Pariwisata juga membuka lapangan kerja yang luas yakni satu dari 11 lapangan kerja ada di sektor ini.

“Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut pariwisata sebagai cara yang paling mudah, murah, dan cepat untuk untuk meningkatkan devisa, PDB, dan menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Karena itu harus dijaga agar tetap kondusif,” kata Ukus. 

Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menargetkan pertumbuhan pariwisata nasional dua kali lipat pada 2019. Sektor ini juga ditargetkan memberikan kontribusi pada PDB nasional sebesar delapan persen, dan menghasilkan devisa hingga Rp 280 triliun. Presiden juga menargetkan sektor pariwisata menciptakan lapangan kerja untuk 13 juta orang, selain menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 20 juta dan wisatawan nusantara 275 juta.

Pemerintah juga menargetkan indeks daya saing pariwisata Indonesia naik ke urutan 30 dunia. Pada tahun 2017 ini, Indonesia baru menempati urutan ke 42 pariwisata dunia. Namun angka tersebut cukup mengalami peningkatan dari tahun 2015 di urutan ke 50 dan 2014 pada peringkat 70 dunia.

Ukus menjelaskan, di balik keunggulan pariwisata sebagai leading sector ternyata industri jasa ini sangat rentan terhadap berbagai krisis baik bersumber dari bencana alam, wabah penyakit, maupun keamanan terutama terorisme. Jika berbagai acaman krisis ini tidak tertangani secara baik, maka akan berdampak signifikan bagi kepariwisataan.

"Saya menyambut baik diselenggarakannya FGD untuk menyusun pedoman dalam penanganan krisis kepariwisataan dengan melibatkan tim dari pusat krisis kementerian atau lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang merupakan stakeholder pariwisata,” kata Ukus.

Kegiatan FGD Penyusunan Pedoman Penangan Krisis Kepariwisataan dimaksudkan antara lain menyiapkan dasar-dasar yang dibutuhkan bagi CCP menyangkut pola kerja, sistem dan kelembagaan, mengindentifikasi pesan kunci terkait krisis, mendorong keterlibatan stakeholder dalam crisis center, memperoleh umpan balik dari masyarakat atau wisatawan. Selain itu FGD ini juga diperlukan untuk penyedian prosedur pengelola krisis dalam meminimalisir dampak dan penangan krisis dapat lebih optimal.

FGD diisi dengan diskuni panel yang menghadirkan nara sumber dari Pusat Data Informasi dan Humas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyampaikan paparan dengan tema “Pemetaan Potensi Bencana di Destinasi Pariwisata”. Hadir pula Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr. Sutupo Purwa Nugroho dalam paparannya bertema “Best Practice Penangan Krisis Kesehatan”.  

Acara FGD ini diikuti 60 perserta dari PIC (Person In Charge) TCC setiap Deputi Kemenpar, PIC kementerian atau lembaga dan asosiasi, Dinas Pariwsiata, serta tim pengelola TCC Kemenpar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement