REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Tak kurang dari 320 tamu undangan perwakilan dari berbagai negara datang dalam acara Wastra Indonesia yang di gelar di Rond de Grote Kerk 12 Den Haag Belanda, kemarin (25/7). Mereka hendak melihat pameran dan pagelaran busana wastra Indonesia.
Dikutip dari siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (26/7), tak hanya tamu diplomatik saja yang hadir tetapi juga pecinta batik, pengamat mode, pengusaha ekspor-impor pakaian, sosialita, budayawan dan pecinta wastra Nusantara. Pameran dengan tema ”Batik Indigo dari Jogja untuk Dunia” dan “Traces of Gianyar Heritage City” dibuka sejak pukul 14.00 waktu setempat dan dilanjutkan dengan pagelaran peragaan busana.
Menurut kuasa usaha ad interim Ibnu Wayutomo dalam sambutannya mengatakan, pameran Wastra Indonesia kali ini adalah yang terbesar di Eropa dalam tiga tahun terakhir. Dan yang membuatnya menjadi istimewa adalah kandungan seni budaya tinggi dengan teknik pewarnaan yang ramah lingkungan.
Salah satu pengunjung warga Belanda, Luca, mengatakan desain batik itu sangat unik dan cantik. “Dulu, kakek saya pernah tinggal di Indonesia dan pernah menggunakan batik, jadi saya ingin tahu lebih banyak tentang batik, makanya saya datang ke sini. Coraknya sangat beragam dan warna warni."
Sementara Lara Peteers, pengusaha ekspor impor batik dan tenun ikat asal Belanda juga mengatakan bahwa ia sangat mengagumi batik, dan tenun ikat. Sehingga ia bekerja sama dengan perusahaan di Indonesia memproduksi berbagai jenis wastra tidak saja dalam bentuk pakaian jadi tetapi juga dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet dengan desain modern sesuai selera masyarakat Eropa.
“Saya melihat desain wastra sangat indah dan saya ingin agar batik maupun tenun ikat dipakai warga dunia,” kata Lara yang memiliki darah Indonesia. Dalam peragaan busana, ada 4 desainer asal Bali yaitu Harry Rahmat Darajat (Ai Syarif), Tjokorda Gede Abinanda Sukawati, Pande Putu Wijana, dan Bintang Miraafriningrum. Sementara dari Yogyakarta antara lain Mayasari Sekarlaranti dan Goet Puspa.
Mereka membawa konsep baru yaitu Natural Indigo Batik For All Season. Menurut Laretna T Adishakti dari Natural Indogo Batik, tema itu diambil karena negara Eropa memiliki 4 musim maka warna dan desain batik yang dibuat mengikuti musim itu. Misalnya untuk musim semi corak floral dan parang, musim panas corak geometrik, musim gugur World floral, dan musim dingin lereng serta bawono.
Menurut Prof Bambang Hari, atase pendidikan dan kebudayaan KBRI Den Haag yang juga penggagas acara, kegiatan ini adalah program yang sudah dirancang dalam satu tahun. “Kami ingin memperkenalkan berbagai jenis wastra atau kain yang dibuat secara tradisional yang berasal dari seluruh Indonesia. Jadi kekayaan tekstil Indonesia atau wastra bukan hanya batik dari Yogya saja tetapi ada tenun ikat, songket dari Padang, tenun sumba, pinawatengan dari Manado dan lain-lain. Nah wastra Nusantara inilah yang akan kami perkenalkan kepada dunia."
Acara yang dimeriahkan berbagai tarian, musik, dan lagu tradisonal Bali ini dibuka dari pukul 14.00 dan berakhir sampai pukul 22.00 waktu setempat.