Senin 18 Aug 2014 13:45 WIB

DKPP tak Dahului MK

Red: operator

Jika terbukti melanggar kode etik, KPU dan Bawaslu bisa dikenai sanksi peringatan hingga pemberhentian tetap.

JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah selesai menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pilpres, Jumat (15/8). Ketua DKPP JimlyAsshidiqie mengatakan, putusan atas gugatan yang diajukan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu akan dibacakan pada hari yang sama dengan pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami ingin lihat jadwal MK, kalau MK tanggal 22 (Agustus) kita mengikuti. Paling lambat, tanggal 22 sore atau siang sudah dibacakan," ujar Jimly, Sabtu (16/8). Sebanyak 14 perkara pilpres akan diputuskan dengan teradu KPU Pusat, Bawaslu, KPU Jawa Timur, KPU Kota Surabaya, KPU Kabupaten Dogiyai, KPU Halmahera Timur, dan KPU Banyuwangi.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Agung Supriyanto/Republika

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Jimly Asshidiqie memeriksa formulir C1 berhologram yang terdapat mikroteks saat sidang Penyelenggara Pemilu di Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (15/8).

 

Jika KPU dan Bawaslu sebagai teradu terbukti melanggar kode etik, menurut Jimly, DKPP akan menjatuhkan sanksi berupa peringatan hingga pemberhentian tetap. "Nanti, akan kami musyawarahkan. Kalau terbukti melanggar, sanksinya bisa peringatan atau pemberhentian, kalau tidak terbukti, namanya direhabilitasi," kata Jimly, Sabtu (16/8).

DKPP, menurut Jimly, tidak akan mengeluarkan putusan pemberhentian sementara. Karena tidak ada kondisi yang perlu dicapai dengan keputusan tersebut. Jika memang pelanggaran yang dilakukan kategori berat, DKPP akan mengeluarkan sanksi pemberhentian tetap. "Buat teradu, kalau memang ada yang diberhentikan, jangan kecil hati. Karena, ini bagian dari membangun demokrasi lebih baik lagi," ujarnya.

Jika ada penyelenggara pemilu yang diperkarakan dikenai sanksi pemecatan, menurut Jimly, yang bersangkutan tidak akan dilibatkan lagi dalam penyelenggaraan pemilu lainnya. Misalnya, pelaksanaan pilkada yang akan berlangsung cukup banyak pada 2015. Setidaknya, sekitar 240 pilkada akan digelar tahun depan.

Lebih lanjut, Jimly mengharapkan, putusan DKPP dan MK bisa menjadi solusi. Tidak hanya menyelesaikan kasus. Tetapi, juga menyelesaikan masalah pilpres secara keseluruhan. Putusan MK dan DKPP juga diharapkan bisa menjadi pendidikan politik bagi masyarakat yang berkompetisi. Bahwa, dengan dikeluarkannya putusan PHPU Pilpres MK dan putusan DKPP, kompetisi sudah selesai.

Jimly menilai, sidang dugaan pelanggaran kode etik yang digelar selama lima hari itu berjalan sangat produktif. "Sangat produktif, semua pihak dari closing statement tadi juga merasa puas,"ujarnya. DKPP menggelar babak akhir sidang dugaan pelanggaran kode etik dengan menghadirkan saksi-saksi ahli dari pihak penggugat dan saksi ahli dari pihak tergugat, yakni KPU.

Selain itu, dihadiri pula pihak-pihak terkait, yakni dari Bawaslu dan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pada sidang yang berlangsung tujuh jam dengan waktu skors dua jam itu, kubu Prabowo-Hatta menghadirkan lima orang saksi. Dua saksi bidang keamanan sistem teknologi informasi, yakni Fahrurozi dan Iwan Sumantri. Sedangkan, saksi ahli hukum tata negara, yakni Margarito Kamis, Said Salahuddin, dan Zainuddin Ali.

Sedangkan, saksi KPU terdiri atas empat saksi ahli, tapi hanya ada satu saksi ahli yang hadir, Prof Dr Harjono, yang juga mantan hakim MK dan tiga saksi ahli yang memberikan keterangan tertulis, yakni Prof Ramlan Surbakti, Prof Saldi Isra, dan Zaenal Arifin Putra.

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai, sidang kode etik DKPP hanya mengadili individu, bukan lembaga atau institusi, seperti KPU. Sehingga, jika individu tersebut dinilai melakukan kesalahan yang berat maka akan dipecat dan tidak mengubah keputusan KPU tentang hasil rekapitulasi suara nasional Pilpres 2014. "Jelas, Jimly mengatakan, hanya mengadili orang, bukan KPU. Kalau orang itu mempunyai kesalahan yang berat, dia dipecat. Namun, tidak mengubah keputusan KPU," ujar Indria Samego, Sabtu (16/8). rep:ira sasmita/c75 ed: fitriyanzamzami

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement