Sabtu 28 Feb 2015 05:00 WIB
Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Beberapa Alasan Komnas HAM tak Setuju Eksekusi Mati Duo Bali Nine

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Bilal Ramadhan
Dua terpidana mati Bali Nine, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Foto: Reuters
Dua terpidana mati Bali Nine, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia menolak eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus kejahatan narkoba Bali Nine. Pasalnya Indonesia sudah meratifikasi Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ ICCPR).

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, sampai kapanpun pihaknya menolak pelaksanaan hukuman mati bandar narkoba asal Australia itu. Ada beberapa alasan mengaapa pihaknya menentang keras pelaksanaan eksekusi mati itu.

‘’Pertama, Indonesia sudah meratifikasi ICCPR melalui legislasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tentang kewajiban negara tidak melakukan hukuman mati,’’ ujarnya saat dihubungi Republika, di Jakarta, Jumat (28/2) malam.

Artinya dengan ditandatanganinya ratifikasi itu, Indonesia harus siap mengikuti standarnya dan menjadi hukum nasional. Kedua, negara atau individu tidak berhak menentukan hidup dan mati seseorang, melainkan tuhan. Alasan ketiga, dia menyebutkan kalau organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan jelas menyatakan bahwa menjadi bandar narkoba hanyalah kejahatan biasa dan sanksi maksimal bukanlah hukuman mati.

Hukuman mati menurut PBB hanya bisa dilakukan untuk tindakan terorisme dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Karena itulah, kata dia, mengapa PBB sampai memprotes dan mengirim surat supaya tidak melakukan hukuman mati.

Alasan keempat, hubungan Indonesia dengan negara-negara lain, maupun dari sisi ekonomi internasional terganggu. Ini karena dunia internasional yang menolak hukuman mati bisa terus menekan Indonesia.  Alasan kelima, Natalius sebut bahwa bandar Duo bali nine telah berjasa menjadi mentor yang mengajari keterampilan seperti seni lukis hingga teknologi informasi kepada ratusan orang.

Alasan terakhir, Natalius mengklaim bahwa terpidana yang akan dieksekusi dalam waktu dekat itu telah bertaubat. ‘’Untuk itu, negara seharusnya memberikan penghargaan yaitu grasi kepada mereka yang memberi sumbangsih selama mereka berada di negara kita. Apalagi, mereka telah bertaubat,’’ ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement