REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra sebagai tersangka kasus korupsi bersama dengan tiga orang lainnya. Nilai total transaksi yang mereka lakukan sebesar Rp 2,8 miliar.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetepakan empat orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/1).
Keempat orang tersebut terdiri dari ADR yang merupaka wali kota Kendari, ASR yang merupakan ayah dari ADR, dan FF orang kepercayaan ASR yang juga mantan kepala BPKAD Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka diduga menerima uang sebesar Rp 2,8 miliar. Sedangkan pihak yang diduga memberi adalah HAS, direktur utama PT Sarana Bangun Nusantara.
Basaria menyebutkan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap keempat tersangka terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018. Ia juga mengatakan, uang yang diterima oleh ASR diindikasikan untuk kebutuhan kampanye ASR sebagai calon gubernur Provinsi Sultra pada Pilkada Serentak 2018.
Sebagai pemberi, HAS dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Untuk ADR, ASR, dan FF dikenakan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau huruf b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sebelumnya, ADP, sapaan Adriatma, dan sang ayah yang juga mantan Wali Kota Kendari dan calon gubernur Provinsi Sultra Asrun telah menjalani pemeriksaan oleh KPK menyusul penangkapan keduanya pada kemarin pagi.
Adriatma dan Asrun tiba di Polda Sultra Rabu (28/2) sekitar pukul 05.50 WITA. Keduanya tiba di Polda Sultra dengan pengawalan sejumlah penyidik KPK. Kabid Humas Polda Sultra AKBP Sunarto, membenarkan terkait informasi pemeriksaan keduanya itu. Setelah dilakukan pemeriksaan di Sultra, mereka dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut pada Rabu (28/2) malam.