REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim khofifah indar parawangsa-Herman Suryadi Sumawiredja menemukan kecurangan Pilkada Jatim yang digelar 29 Agustus lalu. Bahkan kecurangan yang ditemukan lebih parah ketimbang pilkada Jatim 2008.
"Pelanggaran dan kecurangan Pilkada Jatim kali ini sangat beragam. Mulai dari keterlibatan aparat desa hingga petugas TPS yang turut mencoblos pasangan tertentu secara berjamaah," kata anggota koordinator tim media Khofifah-Herman, Ahmad Millah Hasan di Surabaya, Rabu (4/9).
Selain itu, tambahnya, tim juga menemukan kasus surat suara dicoblos sendiri oleh aparat desa dan undangan pencoblosan yang tak dibagikan ke pemilih.
"Marak juga penyalahgunaan kekuasaan untuk menggiring pemilih untuk mencoblos pasangan tertentu. Kalau pilkada Jatim 2008 hanya masalah DPT (daftar pemilih tetap) yang paling heboh. Sehingga Ketua KPU Jatim saat itu sempat menjadi tersangka atas dugaan itu," ucapnya.
Pilkada Jatim 2013 juga dianggap diwarnai kinerja KPU yang tak profesional. Sehingga jumlah golongan putih sangat besar karena KPU kurang melakukan sosialisasi.
"Itu dosa KPU. Angka golput sangat tinggi karena sosialisasi yang kurang. Satu suara saja bisa menentukan nasib Jawa Timur. KPU harus bertanggung jawab. Parahnya, Bawaslu justru kurang aktif mengawasi pelaksanaan Pilkada Jatim," ujarnya.
Ia pun menuntut adanya langkah hukum agar terang benderang. Siapa yang menang dengan cara curang dan siapa yang kalah karena dicurangi. "Ini untuk menyelamatkan demokrasi di Jatim," ucapnya.
Baginya, Jawa Timur adalah barometer politik nasional. Suksesnya penyelenggaraan pilkada Jatim akan sangat berpengaruh pada penyelenggaraan pemilu 2014. Ia malah menduga, kecurangan pilkada Jatim merupakan percobaan untuk pemilu mendatang.