Rabu 07 Mar 2018 21:59 WIB

Cagub Jabar Ridwan Kamil Siap Promosikan Gerabah

Warisan keterampilan membuat gerabah harus bermuara pada kesejahteraan.

Rep: Rachmat Santosa Basarah/ Red: Sandy Ferdiana
Cagub Jabar HM Ridwan Kamil tengah menyaksikan warga yang sedang membuat gerabah di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Rabu (7/3).
Foto: Dedi Junaedi/REPUBLIKA
Cagub Jabar HM Ridwan Kamil tengah menyaksikan warga yang sedang membuat gerabah di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Rabu (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Cita-cita leluhur Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon dalam memakmurkan keturuannya dari hasil membuat gerabah tidak boleh padam. Itulah yang menjadi tekad Calon Gubernur Jabar HM Ridwan Kamil.

Dalam rangkaian kampanyenya di Cirebon, Kang Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil menyempatkan diri mampir ke Desa Sitiwinangun. Di desa itu, Kang Emil menemui sejumlah warga yang tengah memroduksi gerabah dengan bahan tanah liat.  

Kepada Kang Emil, sejumlah pengrajin gerabah menyampaikan keluhannya. Dari sekian keluhan, ternyata kendala utama yang dihadapi para perajin gerabah adalah proses pemasarannya. Mendengar keluhan itu, Kang Emil berjanji akan menyiapkan program promosi atau marketing jika terpilih menjadi gubernur kelak.  

‘’Masalah utama kami adalah marketing atau pemasaran. Selama ini marketing produk gerabah belum terlalu luas, baru seputaran Cirebon saja,’’ ujar Ketua Pengrajin Gerabah Cirebon, Arkima (41 tahun), Rabu (7/3). Dirinya berama pengrajin lainnya mengaku sangat senang dengan rencana Kang Emil yang akan memasarkan produk gerabah.  

Selama ini, papar Arkima, orderan gerabah hanya datang dari  perusahaan atau perorangan. Dia berharap, jika Kang Emil terpilih menjadi gubernur dapat memperkenalkan produk gerabah Cirebon melalui pameran di tingkat provinsi.

Arkima mengungkapkan, warga Desa Sitiwinangun telah diwarisi oleh orang tua dan leluhurnya berupa keterampilan membuat gerabah. Kata dia, sedikitnya ada 60 kepala keluarga di desa itu yang setiap harinya memroduksi gerabah di rumahnya masing-masing.

‘’Keuntungannya lumayan, sekitar 60 persen dari biaya produksi,’’ tambah Arkima. Saat ini, ungkap Arkima, para pengrajin juga dihadapkan dengan kendala minimnya ketersediaan bahan baku tanah liat di desanya.

Akibatnya, imbuh dia, pengrajin gerabah harus membeli tanah liat dari desa lain. Untuk itu, dirinya berharap ada pemanfaatan teknologi agar proses produksi gerabah  lebih cepat dan mudah. Selama ini , tanah liat dari sawah tidak bisa langsung dibuat menjadi gerabah.

Pengharin harus terlebih dulu mencampurnya dengan pasir. ‘’Cara mencampurnya masih manual, hanyadiinjak-injak dengan kaki,’’ tuturnya.

Kang Emil sangat mengapresiasi warga Desa Sitiwinangun yang masih mempertahankan warisan leluhurnya. Menurut dia, secara konsep, kegiatan produksi gerabah itu sudah benar.  

‘’Sudah benar setiap desa mempunyai skill khusus. Ketika suami mereka ke sawah, istrinya mengerjakan seni gerabah di rumah,’’ ujar Emil. Namun, sambung dia, idealnya warga Desa Sitiwinangun memiliki pendapatan yang memadai.

Saat ini, papar dia, pendapatan pengrajin gerabah itu masih sekitar Rp 1 juta per bulan. Untuk itu, tegas dia, pemerintah yang harus bertugas mencarikan order dengan harga yang lebih bagus.

‘’Gagasan saya, gerabah ini bisa sampai ke hotel-hotel. Misalnya membuat  wadah sampo,’’ tambah Emil. Sementara untuk meningkatkan produksinya, tegas dia, warga Sitiwinangun harus dibantu dalam pemanfaatan teknologinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement