REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menilai, tugas hakin Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun politik tidak lagi berat. Sebab, sudah terdapat aturan ambang batas pengajuan perkara pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) yang memiliki selisih suara antara 0,5 persen sampai 2 persen.
Dalam Pasal 158 Ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suata dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar dua persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi. Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
"Sudah ada aturannya, hanya yang di atas 1 persen perbedaannya. Jadi saya kira (tugas MK) tidak sulit lagi dibandingkan dulu," ujar Jusuf Kalla di Gedung MK, Senin (2/4).
Jusuf Kalla tak menampik bahwahakim MK memiliki tugas yang cukup banyak pada tahun politik. Sebab, apabila terjadi persoalan sengketa dalam pemilu maupun pilkada, maka diselesaikan oleh MK.
Namun Jusuf Kalla optimistis hakim MK dapat menyelesaikan sengketa pemilu dan pilkada dengan baik. "Kalau dalam pemilu, pilkada kan kalau ada yang keberatan diselesaikan di MK, jadi tentu sangat banyak pekerjaannya. Saya yakin bahwa hakim MK pasti dapat menyelesaikannya," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya, wakil presiden menghadiri dan menyaksikan pelantikan hakim MK yang baru. Anwar Usman terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2018-2020.