REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tripoli akan kembali beroperasi apabila kondisi keamanan di Libya membaik. Hal itu disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Michael Tene, ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (8/9).
Tene, yang ketika dihubunngi sedang berada di luar negeri, menambahkan bahwa semua kegiatan KBRI di Tripoli masih dilaksanakan di KBRI di Tunisia dengan tetap memantau keadaan yang terjadi Libya.
KBRI di Tripoli mulai dinonaktifkan sejak Maret lalu terkait situasi keamanan di negara yang dipimpin oleh Muammar Gaddafi tersebut memanas. Namun, kegiatan administrasi di KBRI tersebut tetap berlangsung dengan bantuan KBRI di Tunisia.
Data Kemlu mencatat jumlah warga negara Indonesia yang masih berada di Libya hingga Rabu (7/9) sebanyak 25 orang, sementara delapan WNI lain telah dievakuasi ke KBRI Tunisia pada Selasa (6/9).
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, menyampaikan kembali dukungannya terhadap proses transisi demokrasi damai di Libya. "Proses transisi tersebut tentunya perlu mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat Libya secara keseluruhan," kata Menlu Marty dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (3/9).
Pemerintah tetap menyatakan sikap tegasnya, yaitu mengajukan tiga prinsip dasar dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di Libya.
Ketiga prinsip tersebut adalah menciptakan perlindungan terhadap rakyat di Libya, memberikan kesempatan kepada rakyat Libya untuk menentukan masa depan mereka, dan meminta masyarakat internasional, khususnya PBB, untuk menciptakan suasana kondusif.
Hingga saat ini, masih belum diketahui keberadaan pemimpin yang menguasai Libya selama 42 tahun tersebut. Sebagaimana dilaporkan AFP, Kamis (8/9), sejumlah orang-orang dekat Gaddafi telah melintasi perbatasan menuju Nigeria. Namun Gaddafi membantah dia termasuk dalam rombongan tersebut